Selasa, 17 November 2009

“Out of Sundaland” : Perdebatan Terbaru



Rekan-rekan yang suka membaca atau mempelajari buku-buku tentang migrasi manusia modern berdasarkan analisis genetika molekuler (DNA), pasti pernah membaca nama Stephen Oppenheimer. Oppenheimer adalah salah satu tokoh utama bidang ini, yang produktif menuliskan hasil-hasil risetnya. Saat ini, Oppenheimer yang semula seorang dokter anak dan pernah bertugas di Afrika, Malaysia, dan Papua New Guinea; adalah research associate di Institute of Human Sciences, Oxford University. Salah satu bukunya yang terkenal “Out of Eden : the Peopling of the World” (2004), cetakan terbarunya baru saya beli dua minggu lalu. Ini adalah sebuah buku yang komprehensif tentang sejarah penghunian semua daratan di Bumi oleh manusia modern berdasarkan analisis DNA pada semua bangsa. Oppenheimer memang pernah terlibat dalam suatu proyek raksasa untuk pemetaan genome manusia seluruh dunia. Dari situ ia mendapatkan data untuk menyusun bukunya. Melalui buku ini, kita bisa menebak dengan mudah bahwa Oppenheimer adalah seorang pembela pemikiran migrasi manusia : Out of Africa, dan menyerang Multiregional. Saya tak akan menceritakan buku tersebut, saya akan bercerita tentang bukunya yang lain, yang menyulut perdebatanl.

Tahun 1998, Oppenheimer menerbitkan buku yang menggoncang kalangan ilmuwan arkeologi dan paleoantropologi,”Eden in the East : The Drowned Continent of Southeast Asia”. Buku ini penting bagi kita sebab Oppenheimer mendasarkan tesisnya yang kontroversial itu atas geologi Sundaland. Secara singkat, buku ini mengajukan tesis bahwa Sundaland adalah Taman Firdaus (Taman Eden), suatu kawasan berbudaya tinggi, tetapi kemudian tenggelam, lalu para penghuninya mengungsi ke mana-mana : Eurasia, Madagaskar, dan Oseania dan menurunkan ras-ras yang baru. Dari buku Oppenheimer inilah pernah muncul sinyalemen bahwa Sundaland adalah the Lost Atlantis – benua berkebudayaan maju yang tenggelam.

Tesis Oppenheimer (1998) jelas menjungkirbalikkan konsep selama ini bahwa orang-orang Indonesia penghuni Sundaland berasal dari daratan utama Asia, bukan sebaliknya. Apakah Oppenheimer benar ? Penelitian dan perdebatan atas tesis Oppenheimer telah berjalan 10 tahun. Saya ingin menceritakan beberapa perdebatan terbaru. Sebelumnya, saya ingin sedikit meringkas tesis Oppenheimer (1998) itu.

Dalam “Eden in the East: the Drowned Continent of Southeast Asia”, Oppenheimer berhipotesis bahwa bangsa-bangsa Eurasia punya nenek moyang dari Sundaland. Hipotesis ini ia bangun berdasarkan penelitian atas geologi, arkeologi, genetika, linguistk, dan folklore atau mitologi. Berdasarkan geologi, Oppenheimer mencatat bahwa telah terjadi kenaikan muka laut dengan menyurutnya Zaman Es terakhir. Laut naik setinggi 500 kaki pada periode 14.000-7.000 tahun yang lalu dan telah menenggelamkan Sundaland. Arkeologi membuktikan bahwa Sundaland mempunyai kebudayaan yang tinggi sebelum banjir terjadi. Kenaikan muka laut ini telah menyebabkan manusia penghuni Sundaland menyebar ke mana-mana mencari daerah yang tinggi. Terjadilah gelombang besar migrasi ke arah Eurasia.

Oppenheimer melacak jalur migrasi ini berdasarkan genetika, linguistik, dan folklore. Sampai sekarang orang-orang Eurasia punya mitos tentang Banjir Besar itu, menurut Oppenheimer itu diturunkan dari nenek moyangnya. Hipotesis Oppenheimer (1998) yang saya sebut ”Out of Sundaland” punya implikasi yang luas. Bahkan ada yang menyebutkan bahwa Taman Firdaus (Eden) itu bukan di Timur Tengah, tetapi justru di Sundaland. Adam dan Hawa bukanlah ras Mesopotamia, tetapi ras Sunda (!). Nah…implikasinya luas bukan ? Hipotesis Oppenheimer (1998) segera menyulut perdebatan baik di kalangan ahli genetika, linguistik, maupun mitologi. Saya akan meringkas beberapa perdebatan pro dan kontra yang terbaru (2007-2008). Di buku-bukunyanya yang terbaru (Out of Eden, 2004; dan Origins of the British, 2007), Oppenheimer tak menyebut sekali pun tesis Sundaland-nya itu.

Sanggahan terbaru datang dari bidang mitologi dalam sebuah Konferensi Internasional Association for Comparative Mythology yang berlangsung di Edinburgh 28-30 Agustus 2007. Dalam pertemuan itu, Wim van Binsbergen, seorang ahli mitologi dari Belanda, mengajukan sebuah makalah berjudul ”A new Paradise myth? An Assessment of Stephen Oppenheimer’s Thesis of the South East Asian Origin of West Asian Core Myths, Including Most of the Mythological Contents of Genesis 1-11”. Makalah ini mengajukan keberatan-keberatan atas tesis Oppenheimer bahwa orang-orang Sundaland sebagai nenek moyang orang-orang Asia Barat. Binsbergen (2007) menganalisis argumennya berdasarkan complementary archaeological, linguistic, genetic, ethnographic, dan comparative mythological perspectives.

Menurut Binsbergen (2007), Oppenheimer terutama mendasarkan skenario Sundaland-nya berdasarkan mitologi. Pusat mitologi Asia Barat (Taman Firdaus, Adam dan Hawa, kejatuhan manusia dalam dosa, Kain dan Habil, Banjir Besar, Menara Babel) dihipotesiskan Oppenheimer sebagai prototip mitologi Asia Tenggara/Oseania, khususnya Sundaland. Meskipun Oppenheimer telah menerima tanggapan positif dari para ahli arkeologi yang punya spesialisasi Asia Tenggara, Oppenheimer tak punya bukti kuat atau penelitian detail untuk arkeologi trans-kontinental dari Sundaland ke Eurasia.

Binsbergen (2007) menantang hipotesis Oppenheimer atas argument detailnya menggunakan comparative mythology. Beberapa keberatan atas hipotesis tersebut : (1) keberatan metodologi (bagaimana mitos di Sundaland/Oseania yang umurnya hanya abad ke-19 AD dapat menjadi nenek moyang mitos di Asia Barat yang umurnya 3000 tahun BC ?), (2) kesulitan teoretis akan terjadi membandingkan dengan yakin mitos yang umurnya terpisah ribuan tahun dan jaraknya lintas-benua, juga yang sebenarnya isi detailnya berbeda; (3) pandangan monosentrik (misal dari Sundaland) saja sudah tak sesuai dengan sejarah kebudayaan manusia yang secara anatomi modern (lebih muda daripada Paleolitikum bagian atas); (4) Oppenheimer tak memasukkan unsur katastrofi alam yang bisa mengubah jalur migrasi manusia.; (5) mitos bahwa Banjir Besar menutupi seluruh dunia harus ditafsirkan atas pandangan dunia saat itu, bukan pandangan dunia seperti sekarang.

Dalam pertemuan comparative mythology sebelumnya (Kyoto, 2005, Beijing 2006), Binsbergen mengajukan pandangan yang lebih luas dan koheren tentang sejarah panjang Old World mythology yang mengalami transmisi yang komplek dan multisentrik, tak rigid monosentrik seperti hipotesis Oppenheimer (1998). Winsbergen juga mendukung tesisnya itu berdasarkan genetika molekuler menggunakan mitochondrial DNA type B.

Itulah sanggahan terbaru atas tesis Oppenheimer (1998). Dukungan terbaru untuk hipotesis Oppenheimer (1998), baru-baru ini datang dari sekelompok peneliti arkeogenetika yang sebagian merupakan rekan sejawat Oppenheimer. Kelompok peneliti dari University of Oxford dan University of Leeds ini mengumumkan hasil peneltiannya dalam jurnal “Molecular Biology and Evolution” edisi Maret dan Mei 2008 dalam makalah berjudul “Climate Change and Postglacial Human Dispersals in Southeast Asia” (Soares et al., 2008) dan “New DNA Evidence Overturns Population Migration Theory in Island Southeast Asia” (Richards et al., 2008).

Richards et al. (2008) berdasarkan penelitian DNA menantang teori konvensional saat ini bahwa penduduk Asia Tenggara saat ini (Filipina, Indonesia, dan Malaysia) datang dari Taiwan 4000 (Neolithikum) tahun yang lalu. Tim peneliti menunjukkan justru yang terjadi adalah sebaliknya dan lebih awal, bahwa penduduk Taiwan berasal dari penduduk Sundaland yang bermigrasi akibat Banjir Besar di Sundaland.

Pemecahan garis-garis mitochondrial DNA (yang diwarisi para perempuan) telah berevolusi cukup lama di Asia Tenggara sejak manusia modern pertama kali dating ke wilayah ini sekitar 50.000 tahun yang lalu. Ciri garis-garis DNA menunjukkan penyebaran populasi pada saat yang bersamaan dengan naiknya mukalaut di wilayah ini dan juga menunjukkan migrasi ke Taiwan, ke timur ke New Guinea dan Pasifik, dan ke barat ke daratan utama Asia Tenggara – dalam 10.000 tahun.

Sementara itu Soares et al. (2008) menunjukkan bahwa haplogroup E, suatu komponen penting dalam keanekaragaman mtDNA (DNA mitokondria), berevolusi in situ selama 35.000 tahun terakhir, dan secara dramatik tiba-tiba menyebar ke seluruh pulau-pulau Asia Tenggara pada periode sekitar awal Holosen, pada saat yang bersamaan dengan tenggelamnya Sundaland menjadi laut-laut Jawa, Malaka, dan sekitarnya. Lalu komponen ini mencapai Taiwan dan Oseania lebih baru, sekitar 8000 tahun yang lalu. Ini membuktikan bahwa global warming dan sea-level rises pada ujung Zaman Es 15.000–7.000 tahun yang lalu, sebagai penggerak utama human diversity di wilayah ini.

Oppenheimer dalam bukunya “Eden in the East” (1998) itu berhipotesis bahwa ada tiga periode banjir besar setelah Zaman Es yang memaksa para penghuni Sundaland mengungsi menggunakan kapal atau berjalan ke wilayah-wilayah yang tidak banjir. Dengan menguji mitochondrial DNA dari orang-orang Asia Tenggara dan Pasifik, kita sekarang punya bukti kuat yang mendukung Teori Banjir. Itu juga mungkin sebabnya mengapa Asia Tenggara punya mitos yang paling kaya tentang Banjir Besar dibandingkan bangsa-bangsa lain.

Nah, begitulah, cukup seru mengikuti perdebatan yang meramu geologi, genetika, biologi molekuler, linguistik, dan mitologi ini. Pihak mana yang mau didukung atau disanggah ? Sebaiknya, masuklah lebih detail ke masalahnya agar argument kita kuat, begitulah menilai perdebatan.

Oleh : Awang H. Satyana

7 komentar:

  1. bangkitlah indonesia..!!! karena masa lalumu begitu mempesona...

    BalasHapus
  2. INDONESIA was really incredible in the past. NOW is the time to prove it to the world, that we are a BIG NATION!!!!

    BalasHapus
  3. Memang telah terbukti.Umpamanya dengan penemuan "the Perak Man " di lenggong Perak, malaysia dengan carbon dated lebih kurang 10000 tahun beserta penemuan perlatan masak dan juga nasi yang merupakan makanan utama orang-orang Melayu di Nusantara.Begitu juga dengan teknologi membina Brobodur, Angkor Wat , Kota Gelanggi , dan lain-lain yang membuktikan ketamadunan di Nusantara.

    BalasHapus
  4. Memang betul, Atlantis yang tenggelam itu berada di wilayah Nusantara. Ia hanya sebahagian dari wilayah ini yang pada waktu itu dikenali dengan nama Kumari Kandam. Pada waktu itu, Kumari Kandam merupakan tanah daratan yang luas, merangkumi Sri Lanka, Myanmar, Thailand, seluruh Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Laos, Kampuchea, Hong Kong sehingga ke Taiwan. Pada waktu itu, Hong Kong dan Taiwan berada di daratan Kumari Kandam. Sebenarnya sejarah Atlantis itu baru jika dibandingkan dengan sejarah Kumari Kandam yang dihuni oleh Orang Melayu atau Malayu atau Malai. Sehinggakan banjaran gunung tertinggi di dunia dinamakan Himalaya. 'Hi' bermakna Gunung, dan 'malaya' bermakna Malai (Melayu). Kemudian Orang Melayu berpecah kepada suku-suku, iaitu Jawa, Bugis, Banjar, Sunda, Minang, Batak, Iban, Kadazan, Dusun, Bajau, Melayu-Deli, dll. Kemudian, Orang Melayu berpecah lagi, menjadi negara-negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunai, Filipina, Thailand, Vietnam, Laos, Kampuchea, Sri Lanka dan Myanmar.
    Orang Melayu di zaman pra sejarah ada mempunyai tamadun tinggi dan mengajar bangsa-bangsa lain tentang pembinaan tamadun. Mereka membina tamadun di Mohendja-Daro dan Harappa di Lembah Indus; Sumeria di Lembah Mesopotamia; Mesir di Lembah Nil; Pesisir Mediterranean (Sparta - kemudiannya berkembang menjadi tamadun Greek); Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Orang Melayu memang sakti dan hebat. Mereka sangat mahir di bidang pertukangan, pembinaan, pertanian, pelayaran, perniagaan dan berbagai lagi pekerjaan. Senjata bangsa-bangsa lain hanya lurus dan sedikit bengkok seperti pedang dan tombak, tetapi senjata Orang Melayu berbelok-belok, iaitu keris yang sangat efektif.
    Ajaran Melayu (the root of all knowledge) ialah ajaran yang pertama sekali diturunkan di muka bumi ini, di mana ianya dibentuk daripada hasil pencernaan akal yang pertama di dalam melahirkan aksara pengetahuan yang diturunkan secara lisan dan kemudiannya dibentuk ke dalam tulisan yang menjadi sumber segala pengetahuan bagi manusia di seluruh dunia. Aksara ini diwujudkan oleh Mahasiddha Svayana lebihkurang 790,000 tahun dahulu di Buwana Svarnabumi Tanah Sunda yang dikenali sebagai Kamariendam atau Kumari Kandam. Melayu itu bolehlah ditakrifkan sebagai satu aksara yang membawa makna, Tempat Bersatunya Semua Manusia. Selain itu, Melayu memberi pengertian sebagai Alam, Dunia Pemikiran Ketuhanan dan Budaya Yang Memerintah.
    M.L.Y (M=Manutaram atau Manusia; L=Lokataram atau Tempat; Y=Yugataram atau Bersatu).
    Terdapat 173 buah kitab Melayu yang dikenali sebagai "Malaiyana Mulayanam" (Ajaran Melayu Mula Ajaran). Salah satu daripada kitab itu bernama "Malaiyavahasarahsarahsiyahannamvahasatrisuptasanmargasthupasanam" (memang panjang namanya)
    Kitab ini mengisahkan "Ini mula kalam menghadir diri, pada mereka yang berbakti, selagi masih tidak kenal lagi, hanya ibarat air di daun keladi, mereka yang sudah fana'kan diri, mengerti akan rahsia ini, kerana tiada sandri tanpa negeri, paduka raja empunya diri, dirinya segala mahadiri."
    Bagi mengembalikan kesaktian dan kehebatan Orang Melayu seluruhnya di Nusantara dan di seluruh dunia, marilah kita bersatu padu dengan jumlah penduduk kita seramai lebih 300 juta orang. Kita boleh menjadi kuasa besar dunia seperti yang dilakukan oleh leluhur kita di jaman dahulu kala. Kita kena lupakan suku, fahaman agama dan politik, dan negara untuk kembali menjadi Melayu atau Malayu atau Malai.
    Baca laman web saya:
    drilyasharunmalaysia.blogspot.com

    BalasHapus
  5. Saya heran kenapa pos saya tidak disiarkan? Pernah dengar "Malaiyana Mulayanam" (Ajaran MLY Mula Ajaran)? Ia merupakan 'the root of all knowledge.' MLY adalah 'Malay,' atau 'Malai,' atau 'Malayu,' atau 'Melayu.' Kenapa banjaran gunung tertinggi di dunia dinamakan Himalaya? Apakah erti "Hi" dan "Malaya?" Baca blog saya: drilyasharunmalaysia.blogspot.com

    BalasHapus
  6. Luar biasa ulasan saudara, kami sgt meyakininya.
    TERUTAMA JIKA DITELISIK MELALUI MISTIS krn kami sudah membuktikannya.

    BalasHapus
  7. Tak heran jika Singa Putih & Harimau Putih Gaib ada di Sumatra & jawa karena memang pada jaman dulunya Pulau mereka masih 1 rumpun dgn Himalaya. Sejarah Singa & Harimau Putih adalah Sejarah hijrahnya para Tokoh sakti pembawa hewan tersebut yg kemudian mati dan menjadi penghuni/siluman yg hidup di Gunung2 Nusantara.
    Namun kebanyakan golongan pemegang Hewan putih ini adalah Golongan Brahmana.

    Menurut penelitian, Harimau Putih hanya ada di India & Himalaya...tapi kenapa Jin berwujud Harimau putih jg ada di Nusantara, apakah karena memang dahulunya terdapat ekspedisi & hijrah besar2an dr Himalaya ke Sundaland???

    Mari menguak sejarah dr segala sisi, baik sisi arkeologi maupun sisi mistis...krn ada kesingkronan antara keduanya!

    BalasHapus

Kupas Tuntas Hubungan Peradaban Kuno Atlantis, Legenda Lemuria dengan Indonesia