INILAH.COM, Pacitan - Meski secara geografis Kabupaten Pacitan wilayah marjinal, tapi tidak demikian dengan arkeologinya. Di wilayah ini ditemukan bengkel manusia purba terbesar dari kebudayaan paleolitik.
Sekitar tahun 1935, dua warga asing Gustav Heinrich Ralph von Koeningswald, paleontolog dan geolog dari Jerman dan M.W.F. Tweedie menemukan situs Kali Bak Sooka.
Situs itu merupakan bengkel manusia purba terbesar dari kebudayaan Paleolitik atau lebih dikenal sebagai budaya Pacitanian.
Dari data Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga setempat (Disbudparpora), paling tidak terdapat 261 lokasi situs prasejarah. Baik yang sudah diekplorasi maupun baru sebatas tahapan survey.
Diperkirakan masih ada jutaan artefak prasejarah terkubur di lokasi situs tersebut.
Besarnya perkiraan jumlah artefak mengacu pada temuan Gustav Heinrich Ralph von Koeningswald di satu lokasi, situs Kali Bak Sooka, Kecamatan Punung.
Sedikitnya, 3.000 artefak telah berhasil dikumpulkan. “Tak salah jika kemudian Pacitan disebut sebagai Ibukota Prasejarah Dunia,” ujar salah satu staf Disbudparpora, Johan Perwiranto.
Meski sudah ditemukan sejak lama, upaya penggalian intensif baru dilakukan kembali mulai tahun 1992. Tim dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) yang dipimpin Harry Truman Simanjuntak menemukan 13 kilogram batu rijang dan sejumlah alat pangkas di situs Song Keplek.
Tiga tahun berselang, tim arkeolog dipimpin warga negara Prancis, Francois Semah ikut bergabung. Tidak itu saja, pada penggalian di situs purbakala lainnya, Song Terus tim mendapati kerangka manusia purba dari ras Austrialid yang hidup sekitar 12.000 tahun sebelum masehi.
Ketika ditemukan, kerangka manusia purba berjenis kelamin perempuan itu dalam posisi terlipat menghadap dinding goa dan disangga beberapa batu.
Ditangannya memegang peralatan dari batu. Satu lagi kerangka juga ditemukan tetapi rasnya berbeda, yaitu dari ras Mongoloid.
Memang, jika dibandingkan dengan penemuan di Ngawi dan Sangiran, temuan fosil manusia purba di Pacitan kalah banyak. Tetapi, dari segi peralatan unggul.
Berbagai macam peralatan sebagian besar bisa ditemukan di wilayah Kecamatan Punung. Mulai kapak genggam, kapak perimbas, kapak penetak, mata panah, serut, alat-alat dari tulang (spatula) dan lain sebagainya.
Selain di situs Kali Bak Sooka, peralatan juga ditemukan di situs Sungai Banjar, Sungai Karasan, Sungai Jatigunung (Tulakan) dan Kedung Gamping.
Ciri-ciri kapak genggam dari budaya Pacitanian di antaranya terdapat pangkasan di kedua sisi. Pangkasan itu menciptakan bentuk yang simetris poros dan dua sisinya retus menyeluruh, menurut keadaan serta bentuknya yang menonjol.
Sedangkan kapak perimbas dikenali dari bentuk tajam hanya pada satu sisi dan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Tak hanya di situs Kali Bak Sooka, bengkel besar peralatan ditemukan pula di situs Ngrijangan, Desa Sooka.
Di situs ini, para arkelog telah mengidentifikasi berbagai jenis beliung. Seperti, kapak persegi, kapak corong, kubur persegi, pahat neolitik dan serut. Situs Ngrijangan oleh para ahli Arkeolog disinyalir sebagai bengkel beliung pada masa neolitikum.
Sementara itu, di situs Blawong Desa Mantren ditemukan bengkel mata anak panah.
Kini, berbagai macam benda prasejarah maupun peralatan kuno tersebut masih bisa dilihat di Museum Buwono Keling. Meski jumlahnya tidak banyak, paling tidak suguhan koleksi bisa menambah wawasan dan pengetahuan.
Khususnya bagi para pelajar maupun mahasiswa yang menempuh studi kearkeologian.[beritajatim.com]