Sabtu, 15 Desember 2012

Menelusuri Poros Surga Atlantis yang Hilang dalam Makna Kata Adonai dan Yahwe

Atlantis yang hilang, surga empirik melalui Teori Atlantis Arysio Santos dan Teori Sundaland Stephen Oppenheimer, masing-masing menegaskan bahwa berlokasi di Indonesia. Kedua teori ini saling melengkapi, dan masing-masing pencetusnya melakukan kajian sejak 1979. Para petualangan yang mencari dan mengkaji surga empirik (atlantis) yang hilang, tentu sangat berutang budi terhadap kedua orang ini, karena masing-masing mereka saling melengkapi dan saling mengoreksi, serta dengan yakin berpendapat, menunjuk lokasi surga empirik yang hilang itu berada di wilayah indonesia. Menjadi pencermatan lebih lanjut, atau pertanyaan kritis bahwa sesungguhnya bagian wilayah manakah di indonesia, yang sesungguhnya poros lokasi surga yang hilang/poros taman firdaus, tumbuh pohon pengetahuan baik-jahat dan pohon keabadian dalam kebun eden itu?

Walaupun ketertarikan memulai kajian, dilakukan oleh keduanya dalam waktu yang relatif bersamaan (tahun 1979), namun mempublikasikan dalam bentuk buku, lebih dahulu dilakukan oleh Stephen Oppenheimer dengan judul “EDEN IN THE EAST The Drowned Continent of Southeast Asia” 1998, diindonesiakan “EDEN IN THE EAST, SURGA DI TIMUR, Benua yang Tenggelam di Asia Tenggara” 2010. Sedangkan Arysio Santos dalam bukunya “ATLANTIS The Lost Continent Finally Found”, TheDevinitive Localization of Plato’s Lost Civilization (2005), namun versi indonesianya yang lebih dahulu diterbitkan dengan menambah subjudul: INDONESIA TERNYATA TEMPAT LAHIR PERADABAN DUNIA (2009).

Seperti terkuak dalam bukunya, bahwa awal mulanya Arysio Santos bersikap menolak seluruh gagasan tentang Banjir Semesta, seperti yang tertulis dalam banyak kitab suci, tentang surga dan Atlantis-Eden, sebagai sesuatu yang mustahil dari perspektif geologis. Tapi yang membuatnya tercengang, ia kemudian menyadari bahwa tradisi-tradisi kuno tentang Bencana Besar secara umum amat akurat. Kemudian dilakukan riset selama 30 tahun, membuktikan sesuatu yang tampaknya mustahil: realitas tentang Banjir Semesta; lokasi Atlantis yang sebenarnya; identitas Atlantis dengan Eden dan surga-surga tradisional lainnya. Direkonstruksikan secara detail sejarah rahasia dari Benua yang Hilang sebagaimana yang dideskripsikan oleh Plato dalam dialog Timaeus dan Critias, dan para guru dunia lainnya (hal. 676-677).

Pengakuan Stephen Oppenheimer dalam Prakata, hal viii, bahwa kunjungan pertama ke Papua Nugini, mulai tertarik pada kisah asal-usul seperti yang ada di Injil (Kitab Kejadian), yang berusaha menjelaskan di mana asal mula manusia. Ketertarikan ini melahirkan hasil yang tidak terduga, ketika tahun 1979 melakukan penelitian tentang anemia kekurangan zat besi pada anak-anak di pantai utara Papua Nugini. Ternyata mutasi genetis pada “Anak-anak Kulabob” di sepanjang pantai utara Papua Nugini, tahan terhadap malaria dan ternyata merupakan penanda kunci yang menaungi jejak migrasi orang-orang Polinesia ke Pasifik. Menyimpan pula berbagai bukti terbaik mengenai migrasi manusia Indo-Pasifik yang mengikuti banjir besar pada akhir dari zaman es terakhir. Bukti-bukti demikian yang menjadi pendorong awal bagi Oppenheimer untuk secara serius meneliti kemungkinan adanya “budaya perintis peradaban dunia” di Asia Tenggara.

Yava, Yavana, Jahve dalam penelusuran Arysio Santos

Teori Atlantis Arysio Santos menegaskan bhw bangsa Indonesia merupakan induk peradaban dunia, serentak dengan itu menjadi sumber asal segala ras di muka bumi. Indonesia disebut juga sebagai sebutan “Pulau Putih”, sebutan surga yang sebenarnya dalam beberapa tradisi kuno. Sebutan ini berhubungan dengan Sveta-dvipa atau Saka-Dvipa, “Pulau Putih” Surgawi dalam tradisi-tradisi hindu. Di sana, di “Pulau Putih” itu, ras-ras berkulit putih (Saka) berasal pada permulaan saman. Orang-orang Saka ini juga dikenal sebagai bangsa Yava atau Yavanas (Bangsa Berkulit Putih). Orang-orang Yava sama dengan orang-orang Ionia (atau yang disebut Homer sebagai orang-orang Iaro atau Iarone). Nama ini, berkemungkinan berarti orang-orang Jawa (Javana), sebenarnya berasal dari pulau Jawa (Jawa), salah satu pulau besar di Indonesia (Hal. 29)

Nama mereka lainnya adalah bangsa “Ethiopia”. Sebutan bangsa “Ethiopia” ditafsirkan secara jenaka oleh orang-orang Yunani Kuno sebagai “bangsa dengan wajah terbakar”. Tetapi makna yang sebenarnya adalah “dimurnikan oleh api”, seperti ditafsirkan dalam naskah-naskah suci Hindu Kuno tentang agnishvattha yang berarti dimurnikan atau disucikan oleh api. Etnonim ini biasanya diperutukan bagi orang Barbar dan Libia-Funisia dari Afrika Utara. Tetapi, sebutan ini digunakan juga untuk menyebut ras-ras Timur Jauh (Indonesia) yang berkulit merah dan putih lainnya, terutama orang-orang Tocharia bangsa Kuno yang mendiami Tarim Basim di Asia Tengah. Mereka tinggal sepanjang Jalur Sutra dan telah melakukan kontak dengan bangsa Cina, Persia, India, dan Turki. Penyebutan pertama tentang bangsa ini muncul pada abad pertama SM ketika Strabo menyatakan bahwa bangsa Tocharia bersama bangsa Assi, Passi, dan Sacarauli ambil bagian dalam penghancuran kerajaan Bactria-Yunani pada paruh kedua abad ke-2 SM (hal. 29-30).

Dengan demikian Arysio Santos percaya bahwa nama Iapetos pada akhirnya berasal dari bahasa Sansekerta ya-pati, “yang berarti raja orang-orang yang berpindah”. Akar pertama berhubungan dengan yahva (perairan yang berpindah). Tetapi bentuk dasarnya (ya) berhubungan dengan kata inggris go dan berarti “pergi, mengembara, berbuat khilaf”. Dalam Weda, kata ini juga merupakan onomastis dari Agni, Indra, atau Soma. Arysio Santos yakin kata ini juga merupakan asal nama Jah atau Jahveh, Tuhan bangsa Yahudi, seperti halnya dewa-dewa Weda, adalah Raja Banjir dan raja dari para pengembara yang khilaf ini (hal.647-648).

Nama Yavana (atau “Greek (Yunani)”) juga berarti “gelisah, senantiasa berpindah” (yahva), yang juga berhubungan dengan javana (kuda atau penunggang kuda yang tangkas). Demikianlah istilah anomastis ini rupanya merujuk kepada bangsa Tochari awal (atau Yueh-chi), bangsa Hun berkulit putih yang nomaden, yang berasal dari Timur Jauh, yang merupakan leluhur bangsa Yahudi dan bangsa pengembara awal lainnya seperti Ethiopia, Celtic, Etruria, dan suku-suku bangsa Orang Laut lainnya. Lagi-lagi ini menyiratkan bahwa pihak-pihak yang berseteru dalam perang besar bangsa Atlantis, yaitu Athene dan Atlantis, keduanya adalah “bangsa Yunani” atau Yavana. Dengan kata lain, Perang Atlantis sebenarnya adalah perang sipil antara dua suku utama bangsa besar tersebut, yaitu Dravida dan Arya. Kata Greek (orang Yunani) berhubungan dengan gray (abu-abu, kelabu) dan merujuk kepada fakta bahwa orang yunani dikaitkan dengan bangsa Atlantis sebagai “orang-orang tua, beruban”, leluhur (atau rishi) umat manusia zaman dulu (hal.648-649).

Akar kata Vana adalah penunjuk indikatif yang mengungkap sebuah hubungan dengan Atlantis dan Surga. Kata ini berarti “hutan, belukar, belantara, kesunyian” dan perluasan maknanya yaitu “tanah yang jauh atau asing”. Secara harafiah, kata ini sama dengan kata Sansekerta paradesha, dari mana kata paradise (surga) berasal, sebagai sebuah negeri yang jauh, terletak di pinggir samudra yang jauh. Dalam hubungan ini nama Yavana secara harafiah mungkin diartikan “pengembara dari tanah yang jauh” atau, bahkan lebih tepatnya: “pengembara yang berasal dari surga” (hal. 649).

Adon, Adonis, Tuhan dalam Penelusuran Stephen Oppenheimer

Penelusuran Oppenheimer dalam mitos Adonis, Attis, dan Osiris (hal. 650-680 ), bahwa pada suatu ketika, sejak Zaman Es, gabungan pencipta Bulan, pohon pembuat manusia, saudara yang berperang, ular, dan elang dari Maluku dan Melanisia menghasilkan kisah simbolis yang aneh dan rumit, yaitu “dewa pohon yang meninggal dan bangkit kembali”. Dongeng yang sama terdapat di Barat dengan susunan yang sama persis oleh para penulis Yunani Kuno, kemudian diperkenalkan lagi oleh ethnolog Sir James Fraser pada awal abad ke 20 dalam buku tiga jilid Adonis Attis Osiris untuk kelompok mitos pemujaan kesuburan meyebar luas yang menurutnya berasal dari pemujaan pohon. Fraser memasukan penderitaan Yesus, Maria, Penyaliban, dan kebangkitan setelah tiga hari kematian Yesus dalam agama Kristen dalam spirit kisah itu.

Adonis dan Attis, yang masing-masing berasal dari budaya Yunani dan Phrygia di timur laut Mediterania, jelas berasal dari nenek moyang bangsa Sumeria mereka yang lebih tua di Mesopotamia. Penderitaan Osiris dan Ibu/saudara perempuan/kekasihnya, Isis juga memiliki kekunoan yang tinggi. Kisah tersebut dicatat dalam dokumen Piramida Mesir Kuno 4.150 – 4.650. Tetapi, meskipun kisah tersebut memiliki banyak motif yang sama dengan kisah sejenis di Timur Tengah, kisahnya sendiri sedikit berbeda dan lebih persis dengan kisah dari Maluku. Hal ini menunjukan penyebaran langsung dan terpisah dari Asia Tenggara (hal.651).

Dalam kisah penderitaan dari Mesir, Osiris mungkin dianggap sebagai dewa kesuburan yang meninggal dan bangkit kembali, yang pergi ke neraka dan hidup kembali sesuai musim, seperti Dumuzi dalam tradisi Mesopotamia, atau Adonis dan Aphrodite atau Persephone dan Hades versi Yunani, atau dewa kemenangan dari dunia bawah tanah bak surga yang ingin dicapai oleh semua bangsa Mesir. Semua motif penting dari Asia Tenggara ada di dalam kisah itu. Termasuk asal Osiris sebagai roh pohon, Bulan, inces, dengan saudaranya yang bernama Isis, dua saudara yang berperang dan pembunuhan salah seorang saudara, pemotongan tubuh dan pengurungan Osiris yang dilakukan oleh Seth, kebangkitan kembali Osiris yang dilakukan oleh Isis dalam bentuk seekor elang, dan kesuburan yang berasal dari kematian dan kebangkitan kembali (hal.652).

Adonis dari Yunani keturunan dari dewa-dewi Dumuzi yang merupakan kekasih Inanna, dewi kesuburan hebat dari Sumeria. Dewa Tammuz dan isterinya Ishtar adalah keturunan langsung dari Dumuzi dan Inanna. Mereka disembah selama zaman Babilonia, yang diikuti oleh bangsa Sumeria di Mesopotamia. Kisah mereka ditulis dalam bahasa Semit bangsa Akkad selama akhir Zaman Perunggu. Kisah tersebut memasukan perintah untuk mandi ritual tahunan dan pemujaan patung Dumuzi yang berbaring diam di Niniveh. Tammuz sering dilambangkan dengan pohon tamarisk. Setiap tahun, Tammuz harus mati dan pergi ke neraka, diikuti kekasihnya Ishtar, dan akibatnya kehilangan kesuburan di Bumi. Kematiannya di pertengahan musim panas dan kebangkitannya kembali pada hari Paskah setiap tahunnya dirayakan. Tammuz kemudian dikenal di laut Mediterania Timur dalam bahasa Semit, Adon yang berarti ‘TUHAN’. Orang Yunani mengubah ‘Adon” menjadi nama yang lebih tepat, ‘Adonnis’ selama milenium pertama SM (hal.653-654).

Oppenheimer juga mengemukakan penegasan Fraser tentang pohon Karma suku Munda India adalah nenek moyang dari Adonis. Dengan demikian Fraser telah menemukan ujung dari berbagai macam keyakinan yang berasal dari Asia Tenggara, karena di sanalah suku Munda berasal. Oppenheimer merujuk kepada Tiang Ngadhu milik suku Ngada di dataran tingggi Flores adalah batang pohon yang telah dipilih dengan seksama dan dengan semangat dibawa kembali ke desa. Mereka menganggap batang pohon tersebut panas dan berbahaya sampai pohon tersebut dibelah-belah, ditutupi dengan ukiran, dan diletakkan di tengah desa. Lambang lingga yang tidak terlihat secara langsung di tiang bendera dan pohon-Karma menjadi lebih jelas lagi di pohon-ngadhu yang diletakan sejajar dengan rumah rahim ‘wanita’ yang bernama Bhaga (hal.658-659).

Dalam konteks penegasan Fraser, Pastor Paul Arndt, SVD telah dengan tekun mengkaji pengaruh Hinduisme dalam Masyarakat Ngdha di Flores Tengah melalui karyanya “Hinduismus der Ngadha” terpublikasi Folklore Studies, 17.1958. Sedangkan khusus pengaruh Hinduisme dalam Masyarakat Lamaholot di Kepulauan Solor (Adonara, Lembata, Solor) dikaji dalam karyanya “Demon und Padzi, Die Feindlichen Bruder Des Solor-Archipels, terpublikasi Athropos, Band XXXlll, (1938), hal 1-58, diindonesiakan “Demon dan Paji, Dua Bersaudara yang Bermusuhan di Kepulauan Solor”, (2002). Dalam kaitan keyakinan Suku Bangsa Lamaholot tentang Rerawulan-TanahEkan , ditegaskan bahwa adanya hubungan antara masyarakat Kepulauan Solor dengan Suku Munda di India. Suku Munda yang dikelilingi oleh orang-orang Hindu dari masa sebelum Budhisme, yakni Brahmanisme, (hal 78).

ADONAI, ELOHIM, dan YEHOVAH, tiga gelar ALLAH

“Pergi mengembara, berbuat khilaf”, “Pengembara yang berasal dari surga”, demikian antara lain makna kata Yavana, Jawa, Yava, Iononia, Yunani, dalam telusuran Arysio Santos. Makna ini untuk menjelaskan bahwa: suku bangsa Yunani sesungguhnya berasal dari pulau Jawa (Ras Putih) Pulau Putih. Sedangkan merujuk langsung kata javana, jawa secara harafiah diartikan sebagai pengembara yang berasal dari Surga. Tentu dipertanyakan di mana sesungguhnya poros lokasi surga di wilayah indonesia?. Dalam pengertian bahwa pulau Jawa bukan merupakan poros lokasi Surga yang sesungguhnya.

Pertanyaan demikian dapat tertelusuri secara religius dalam makna kata Adon, Adonai, Adonis, Yavana, yahve (Yehova), Yahwe, sebagai mengandung sebutan Allah untuk bangsa Yunani. Yahwe merupakan gelar atau sebutan Allah sebagai penyelamat atau penebus. Terpahami bahwa Jawa kata bermakna Yavana, Yahve (Yehova), menjelaskan tempat orang-orang yang terselamatkan atau ditebus. Terselamatkan dari sebuah bencana atau tertebus dari sebuah kesalahan, kekhilafan atau kekeliruan. Pemaknaan demikian tidak hanya untuk orang-orang Yunani, melainkan juga untuk orang-orang Jawa yang lebih awal terselamatkan, bahkan ditebus setelah pengembaraan dari lokasi, poros surga yang sebenarnya.

ADONAI, ELOHIM, dan YEHOVAH adalah tiga gelar Allah. Ketiganya adalah sebutan-sebutan Allah. Nama pribadi Allah, YEHOVAH, ditulis dan tidak pernah diucapkan. Orang-orang Yahudi menggolongkan nama itu terlalu suci untuk diucapkan oleh mulut manusia. Nama YEHOVAH dalam bahasa Ibrani dieja JHVH. Apabila para akhli Kitab Suci sampai kepada nama YEHOVAH, mereka membersihkan diri dan pena-penanya. Begitupun para pembaca Kitab Suci sampai kepada kata ini, mereka tidak akan mengucapkannya, karena takut akan menjadi sia-sia, mereka menggantinya dengan kata ELOHIM (gelar Allah yang resmi, JabatanNya) atau ADONAI (nama Allah untuk mengadili atau memerintah). Secara kritis penelusuran makna kata ADON, ADONAI, ELOHIM, YEHOVAH (JHVH), dalam catatan ini bersumber dari Siapa Allah, dan Doktrin Mengenai Dosa Asal Bagian I [246]Makalah ini tersedia di World Wide Web pada alamat:http://www.logon.org dan http://www.ccg.or

ADONAI dapat selalu dikenal oleh kata “TUHA atau TUAN”. Terdapat dua macam kata: ADON adalah tunggal dan ADONAI adalah jamak. ADON bermakna sebagai TUHAN yang berkuasa untuk mengadili, ADONAI kuasa TUHAN memerintah, kuasa mengadili bagi seluruh alam semesta dengan segala isinya, tidak terkecuali manusia. Makna kata YEHOVAH berarti Penebus, yang selalu ada hubungannya dengan jalan penebusan pada umatNya, namun hubunganNya dengan makhlukNya adalah selalu sebagai ELOHIM. Allah adalah ELOHIM bagi mereka yang belum selamat, tetapi Dia adalah YEHOVAH, Bapa bagi mereka yang sudah selamat.

Kembali ke konteks Teori Atlantis Arysio Santos dan Teori Sundaland Oppenheimer, maka sesungguhnya yang benar tentu pengaruh Peradaban Lamaholot (Kepulauan Solor) yang besar terhadap Hinduisme, bahkan sebelum Hinduisme yakni Brahmanisme di India. Begitupun masyarakat Ngadha di Flores Tengah sebagai wilayah Lamaholot Purba, tentu mempunyai pengaruh yang besar terhadap Hinduisme bahkan Brahmanisme di India. Terjelaskan melalui tiga siklus peradaban dunia yang hilang dikarenakan bencana alam yang sangat dasyat: siklus 1 pada 75 ribu tahun lalu mengakhiri Atlantis Lemuria, siklus 2 pada 11 ribu tahun lalu mengakhiri Atlantis Sang Putra, siklus 3 terjadi 3ribu tahun lalu mengakhiri Replika atlantis (bandingkan Arysio Santos, hal 96 s/d 160, hal 574 s/d 592, dan Oppenheimmer hal.650-680).

Pendapat Paul Arndt, SVD tentang pengaruh Hinduisme di Ngadha maupun di Kepulauan Solor, tentu hanya dapat di pahami dalam siklus peradaban 3 tentang mencairnya es di puncak pegunungan Himalaya. Terjelaskan dalam Siklus Peradaban 3 sebagai bencana yang membuat orang dari India dan sekitarnya mengungsi, antara lainnya ke Kepulauan Solor, turunan (anak-cucu) kekinian menyebut diri Ata Sina Jawa Papan Haka. Namun sesungguhnya jauh sebelumnya ada bencana dasyat dalam Siklus Peradaban 2, yang membuat orang-orang Lamaholot sebagai bagian wilayah Atlantis yang hilang, ada yang selamat, mengungsi dan terdampar di india, bahkan mesir dan yunani, arab, israel (bandingkan Arysio Santos hal 59-160) dan Oppenheimer hal.650-680).

Dengan demikian dalam menelusuri poros sesungguhnya dari Surga Atlantis yang hilang, dapat tercermati melalui makna kata Adonai dan Yahhwe, Yehova sebutan untuk ALLAH. Kata ADON bermakna sebagai TUHAN yang berkuasa untuk mengadili. Sedangkan kata ADONAI bermakna sebagai kuasa TUHAN memerintah, kuasa mengadili bagi seluruh alam semesta dengan segala isinya, tidak terkecuali manusia. Makna kata YEHOVAH berarti Penebus, yang selalu ada hubungannya dengan jalan penebusan pada umatNya, penyelamatan. Kata Yavana (Jawa) secara harafiah diartikan “pengembara yang berasal dari surga” . Maka dapat tercermati Poros Atlantis yang hilang di Adonai, Tanah Tadon Adonara (Pulau Adonara) simbol wilayah Poros mewakili wilayah perairan Maluku Sulawesi dan Perairan Nusa Tenggara (minus Bali), poros taman eden, tempat diadili Adam dan Eva, serta Lucifer oleh ALLAH. (Bandingkan dengan Oppenheimer: Peta Tautan-tautan genetis khusus antara Negeri Asal Austronesia dan Eurasia dan Pasifik Selatan, hal. 298. Dibahas dalam Bab 3 dan 5 tentang Negeri Asal Gen, Bab 6 dan 7 tentang tautan penanda genetis khusus).

Pengadilan ALLAH (Adon, Adonai) mengusir mereka dari POROS Taman Eden, dan menyelamatkan hidup kehidupan mereka di Javana (Tanah Jawa) sebagai simbol wilayah BARAT, dataran Sunda: Jawa-Bali-Sumatra-Kalimantan menyatu Asia. Alkisah Adam dan Eva, berputrakan Kain dan Habel, simbol yang Jahat dan yang Baik. Kelak Kain membunuh Abel, dan dalam jeratan merasa bersalah Kain bergerak ke TIMUR, dataran Sahul, yakni Kep Aru, Papua, Melanesia, Polinesia, Benua Australia (Bandingkan Peta Purba Garis Wallace-Weber). Dalam perkembangbiakan keturunan, Seth putra ketiga dari Adam dan Eva, dalam turunan ujung Nabi Nuh dengan anak-anaknya (Sem, Cham, Javet) yang mengalami Bencana Banjir gelobal.

Kemudian disusul banjir lain yang tidak sedasyat banjir gelobal Nabi Nuh, (catatan Oppenheimer sekitar 500 banjir besar, Bab 8, hal. 323-347), yang selamat dari Bencana Banjir itu, berdiaspora, menyebar sebagai Anak-anak Domba ALLAH. Melanjutkan hidup kehidupan di tempat kediaman yang baru, menjejakan segala turunan (anak cucu) dalam mempawaikan karya sejarah peradaban dan kebudayaan dunia. Dapat tertelusuri melalui berbagai kisah Mitos dan Agama serta Ilmu Pengetahuan dan hasil-hasil karya Kebudayaan berkelas dunia. Menorehkan berbagai peran terkenal serta dikenal sebagai Dewa-Dewi, Nabi-Nabi, Gembala-Gembala, Tokoh Dunia Ilmu Pengetahuan, dengan mewariskan berbagai hasil karya Peradaban dan kebudayaan yang Tinggi. Semua mereka bermula dari Atlantis Adonis (Adonara), TIMUR dan Atlantis Javana, Jahwe (Jawa), BARAT (Bandingkan Peta Purba Garis Wallace).***.

Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor, 25 Juni 2011
Chris Boro Tokan

Kamis, 13 Desember 2012

Atlantis di Jawa : Perspektif Kaum Teosofi

Beberapa waktu belakangan dunia ilmu pengetahuan diramaikan dengan perdebatan teori Atlantis di Nusantara yang dimunculkan dalam buku karya Dr. Arisiyo Santos dan Stephen Oppenheimer. Dalam perkembangannya, para pendukung teori tersebut berusaha menghubungan teori atlantis tersebut dengan keagungan sejarah suatu suku tertentu.

Sehingga apabila diperhatikan, hanya masyarakat dari suku itulah yang sangat ngotot mempertahankan teori atlantis saat masyarakat lain adem ayem saja… Konyolnya lagi, orang-orang yang kontra teori atlantis dianggap tidak nasionalis dan berpikiran sempit, padahal mereka memiliki dasar pemikiran ilmiah yang kuat.



Tidak hanya itu, sejak teori ini muncul tanpa diperkuat adanya bukti fisik yang menandakan kemajuan peradaban atlantis, beberapa situs sejarah yang selama ini terbengkalai mengalami ketenaran karena dianggap sebagai bukti peninggalan peradaban masa lalu Nusantara. Sebuah situs Megalitik yang sebenarnya banyak tersebar di berbagai tempat di Nusantara dianggap sebagai mahakarya penduduk masa lalu, bahkan sebuah gunung dianggap sebagai sebuah bangunan buatan manusia karena bentuknya menyerupai piramid. Tanpa perlu menunggu pembuktian ilmiah, orang-orang sudah kadung dibuat percaya mengenai keberadaan pyramid yang konon dibuat ribuan tahun yang lalu, jauh lebih tua dibanding pyramid Giza di Mesir.





Seperti disebutkan sebelumnya, para pendukung teori Atlantis memiliki kitab suci berjudul “Atlantis, The Lost Continent Finally Found, The Definitive Localization of Plato’s Lost Civilization” karya Prof. Dr. Aryso Santos dan Eden in the East karya Stephen Oppenheimer, seakan-akan hanya dua buku inilah yang berusaha menjelaskan teori keberadaan Atlantis. Sedangkan apabila kita mencoba membuka Wikipedia saja, ada ratusan buku lain yang menyajikan teori keberadaan Atlantis di lokasi yang berbeda-beda. Saya tidak akan membahas buku-buku tersebut, namun akan sedikit berbagi fakta sejarah bahwa jauh sebelum Arysio Santos dan Stephen Oppenheimer mengajukan “teori mutakhir” mengenai Atlantis di Nusantara, masyarakat Indonesia khususnya Jawa di awal abad-20 sebenarnya sudah sangat familiar dengan teori tersebut. Siapa yang memunculkan teori tersebut ? Tidak lain adalah C.W. Leadbeater yang dikenal sebagai Tokoh utama gerakan Teosofi merangkap Uskup Gereja Katolik Bebas.



Gerakan Teosofi adalah gerakan internasional yang didirikan tahun 1875 oleh H. Blavatsky, colonel Olcott. Gerakan ini kemudian dikomandoi oleh Annie Besan, Rudolf Steiner dan C.W. Leadbeater. Gerakan Teosofi singkatnya adalah sebuah gerakan yang bertujuan untuk menemukan pengetahuan agung suatu super religion, dimana Agama dan Ilmu Pengetahuan bisa dijembatani. Siapapun yang mengaku umat Islam, Kristen, Hindu, Agnostik dan lain-lain bisa memasuki organisasi ini asalkan mengakui Teosofi sebagai Agama Super yang menaungi semua agama tersebut. Selain mengadopsi ajaran-ajaran Agama khususnya Hindu dan Budha, Teosofi juga mengambil beberapa aspek pemikiran Hermes Trismeistos, Phytagoras, Plato, Tarot, Freemason, hingga Ignatios Donnely. Teosofi juga mempercayai adanya pertentangan antara “tuhan baik” dan “tuhan jahat” seperti ajaran Gnostik Zoroaster dan Manikeanisme.



Bentuk salah satu adopsi filsafat Plato adalah kepercayaan kaum Teosofi akan legenda Atlantis. Dalam beberapa karyanya, uskup Teosofi C.W. Leadbeater membahas tema ini untuk menyokong pandangan kaum Teosofi akan adanya kasta-kasta dalam sistem hidup masyarakat Jawa. Menurutnya, sedikitnya ada tiga gelombang kedatangan bangsa asing ke pulau Jawa. Yang paling tua adalah orang-orang ras Polinesia, yang menurutnya merupakan manusia generasi ketiga, yang berasal dari benua selatan (Lemuria) dan belum memiliki indra perasa pada lidahnya. Ras ini dipercaya melakukan dosa buruk antara lain melakukan hubungan sex dengan binatang-binantang “dengan monyet-monyet sebagai saksi bisunya”, tambah Leadbeater. Selanjutnya menurut professor Veth, Jawa didatangi oleh bangsa Melayu utamanya dari Kamboja. Setelah itu, Jawa mengalami kolonialisasi oleh bangsa kulit putih dari Kalinga (India), yang mana masih meninggalkan jejak hingga saat ini.


Menurut Leadbeater, bangsa Arya yang datang kemudian tersebut berusaha untuk menjaga jarak dengan penduduk asli, namun tidak begitu sukses. Pemisahan pergaulan tersebut memunculkan adanya perbedaan penggunaan bahasa dan tradisi antara kalangan Aristokrat Jawa dan orang-orang desa yang tinggal di pegunungan.



Pengaruh atlantis terhadap Jawa juga dibahas secara khusus dalam buku Leadbeater yang berjudul “Occult History of Java” . Dalam buku itu disebutkan bahwa Pulau Jawa dulunya adalah jajahan Atlantis, namun ketika Atlantis terpecah-belah, Jawa turut terpisah dan mengalami sejarah yang kelam seram berabad-abad. Ketika dijajah Atlantis, Jawa didatangi oleh pendatang-pendatang dari Atlantis yang membawa beserta mereka kepercayaan-kepercayaan jahat dari negara mereka. Pandangan Leadbeater dalam hal ini sejalan dengan mitos Atlantis Plato yang menyebutkan penduduk Atlantis sebagai pemilik peradaban tinggi namun pendosa sehingga mendapat azab dari Zeus.


Lokasi atlantis menurut teosofi


Leadbeater mengatakan bahwa pendatang dari Atlantis ini menyembah dewa-dewa yang kejam dan menjijikan, oleh karena itu penduduk terus menerus dituntut untuk melakukan persembahan-persembahan lewat pengorbanan manusia. Para penduduk terus hidup dalam bayangan kekuasaan jahat tanpa mampu melarikan diri darinya. Mereka dipimpin oleh seorang Imam Agung yang sangat fanatic dalam kepercayaanya terhadap dewa-dewa jahat. Di sisi lain ia juga sangat mencintai Pulau Jawa sehingga ia beranggapan bahwa hanya dengan jalan pengorbanan darah setiap hari dan pengorbanan nyawa manusia setiap minggu dan hari perayaan tertentu, pulau Jawa bisa bebas dari bencana alam. Menurutnya, kemarahan dewa ditunjukan salah satunya dengan letusan gunung berapi yang kerap terjadi di Jawa. Untuk menjaga agar sistem pengorbanan ini tetap terlaksana, ia menempatkan penjaga-penjaga gaib (hantu-hantu) di berbagai tempat di pulau Jawa, terutama di kawah-kawah dan gunung berapi.



Suatu waktu Jawa kedatangan bangsa Arya di bawah komandu Chakshusha Manu dan Vaivasvata Manu sekitar tahun 1200 SM. Awalnya pendatang Hindu ini berprofesi sebagai pedagang-pedagang yang cinta damai dan bertempat tinggal di pantai hingga lama kelamaan membentuk negeri-negeri kecil. Ketika kekuasaan mereka semakin kuat, mereka mulai memaksakan pengaruh dan penerapan hukum-hukum Hindu kepada penduduk asli pulau Jawa. Namun pengaruh Hindu tidak berhasil menghilangkan prosesi-prosesi keagamaan jahat yang selama ini dipraktikan oleh penduduk asli. Mereka tetap melakukan kegiatan tersebut secara rahasia. Karena tidak berhasil menghilangkan praktek gelap ini, Vaivasvatu Manu mengajukan kepada Raja India Karishka untuk mengirimkan ekspedisi ke Jawa tahun 78 M.


Pemimpin ekspedisi itu dikenal sebagai Aji Saka. Misinya adalah memusnahkan semua upacara jahat dan kanibalisme serta menerapkan kembali berlakunya hukum dan budaya Hindu seperti sistem Kasra, vegetarisme, epos Hindu, dan abjad Jawa. Untuk melawan warisan kutukan yang dulunya disimpan Raja Atlantis di Pulau Jawa, Aji Saka menanam benda-benda yang dapat menetralisir kekuatan jahat. Dalam bahasa Jawa, benda-benda tersebut dikenal sebagai “Tumbal”. Tidak hanya itu, Aji Saka juga memindahkan gunung-gunung dan memberikan nama-nama Sansekerta pada mereka. Salah satunya adalah sebuah gunung di Japara yang paling tinggi dan dulunya disebut Mahameru, dinamainya sebagai Mauria yang diambil dari nama Dinasti Maurya (322 SM.). Raja Ashoka adalah salah satu anggota dinasti Maurya. Salah satu lokasi penempatan tumbal tersebut dipercaya berada di bawah Candi Borobudur.


Demikianlah sedikit penggalan kepercayaan kaum Teosofis terhadap Atlantis menurut salah satu uskupnya, C.W. Leadbeater. Dari pandangannya tersebut setidaknya kita bisa mengambil point penting bahwa kita jangan dulu bangga disebut keturunan bangsa Atlantis karena apabila kita konsisten dengan konteks ceritanya, walaupun penduduk atlantis memiliki peradaban tinggi, namun di sisi lain mereka melakukan banyak dosa dan kesesatan sehingga mereka mendapat hukuman dewa. Menurut Leadbeater, jejak dari kesesatan Atlantis ini ditunjukan oleh kepercayaan penduduk Jawa untuk memberikan persembahan-persembahan bernama “sajen” yang dilakukan untuk memuaskan kehendak “dewa-dewa Jahat”. Selain itu, Leadbeater tampaknya berusaha menjelaskan perilaku masyarakat Jawa yang sangat meng-kramatkan gunung-gunung dan tempat tertentu. Mereka juga menetralisir tempat-tempat angker dengan menggunakan tumbal.


Leadbeater memberikan pandangan bahwa kepercayaan terhadap Atlantis tidak selamanya perlu dibuktikan oleh bukti-bukti fisik peradaban, melainkan bisa juga dilakukan lewat penelusuran jejak “okultisme hitam” warisan Imam Agung Atlantis yang selama ini masih dipraktekkan sebagian masyarakat di pulau Jawa. Usul saya, daripada susah-susah mencari bukti fisik peninggalan Atlantis yang tidak juga kunjung ketemu, tidak ada salahnya pandangan Leadbeater ini sedikit diangkat… dengan resiko tertentu tentunya.. hehe

Referensi


Herman A.O. de Tollenaere “The Politics of Divine Wisdom”, Nijmegen, 1996C.W. Leadbeater “Sejarah Gaib Pulau Jawa”, Pustaka Teosofi Jakarta, 1976

Joedosoetardjo “Garis Besar dari Dasarnja Peladjaran Teosofi” Perwathin Semarang, 1964

Senin, 10 Desember 2012

TANAH PARA DEWA: PUNT DI NUSANTARA


TEORI TANAH PUNT

dapat menyimpulkan bahawa teori Punt di Nusantara adalah lebih kukuh berbanding dengan teori-teori lain. Pernah juga pendirian saya menjadi goyah apabila membaca tentang kajian-kajian dari sarjana luar yang cuba meletakkan Punt di kawasan mereka, namun setelah di illuminate oleh Cik Sri dan melakukan lebih banyak pembacaan akhirnya pencerahan itu datang juga. Seperti yang saya katakan, setelah membaca artikel Cik Sri saya berusaha untuk membuat rujuk banding dan tidak menerima bulat-bulat dengan penulisannya. Saya bertuah kerana mempunyai akses terhadap perpustakan Universiti yang banyak menyimpan karya-karya sejarawan dari seluruh dunia. Bila ada masa terluang maka disitulah tempat saya bertapa. Salah satu buku yang telah dibaca saya adalah karya Sir Thomas Stamford Raffles, The History of Java. Buku ini telah terlalu lama berada dalam pandangan mata saya. Setiap kali masuk library saya pasti akan ternampak buku yang agak besar dan tebal ini.
Namun sebelum membaca penulisan Cik Sri, seingat saya hanya sekali sahaja saya pernah membaca buku ini itupun tidak habis, sekadar mencari bahan untuk menyiapkan kertas projek. Setelah membacanya semula, saya menemui kenyataan yang amat menarik ditulis oleh Raffles. Beliau menyatakan bahawa sememangnya ada petunjuk yang menyatakan bahawa terdapatnya pertapakan masyarakat Mesir purba di kawasan kepulauan Melayu atau Nusantara. Melalui kajian yang dilaksanakan beliau dengan mengumpul sumber-sumber lisan daripada pelbagai suku kaum rumpun Melayu di Nusantara ini, ada diantaranya yang menyatakan bahawa nenek moyang mereka telah berlayar dari Laut Merah dan mengembara ke Alam Melayu beribu-ribu tahun dahulu. Tambah beliau lagi ianya mungkin berlaku dikala Alam Melayu atau Nusantara ini masih sebuah daratan besar dan bercamtum. Ini bermakna jika penghijrahan ini benar-benar berlaku berkemungkinan besar ia berlaku pada penghujung zaman Pleistosien kalau tak silap saya lebih kurang 10 ke 8 ribu tahun yang lampau. Adakah ini benar? Pendapat Raffles ini patut dikaji dengan lebih teliti oleh sarjana zaman sekarang.
Selain itu menurut Raffles masyarakat yang berhijrah dari Mesir melalui laut merah tersebut adalah daripada pelbagai jenis suku yang masing-masing ada pegangan atau kepercayaan yang berbeza diantara satu sama lain. Di Nusantara mungkin mereka berpecah dan membentuk pelbagai suku rumpun Melayu yang mempunyai pelbagai corak kehidupan atau adat yang berbeza. Jika ini benar pada pendapat saya mereka ini juga mempunyai satu bahasa yang sama pada asalnya. Dan bahasa inilah yang dikelaskan sebagai bahasa Austronesia atau Melayu yang masih wujud sekarang. Secara peribadi saya sememangnya lebih berat untuk menyebelahi teori ini, kerana sebagai seorang Islam kita seharusnya sudah tahu bahawa the cradle of human civilization adalah di timur tengah. Di situlah Adam dan Hawa beranak pinak dan dari sana jugalah keturunan mereka menyebar keseluruh dunia. Oleh sebab itu saya kurang setuju dengan teori-teori yang menyatakan bahawa kita berasal dari Yunnan, Asia tengah, Afrika atau memang berasal dari Nusantara. Bangsa kita sebenarnya sudah tua saudara-saudara sekalian…ya, sudah tua. Kita bukan bangsa baru yang tak tahu mana hujung pangkal macam bangsa Sam-Sam Merong Maha Prasad, kita bangsa tua yang pernah mengecapi dan melalui tamadun-tamadun silam sejak zaman Nabi Idris mungkin (?)
Baiklah, berbalik kepada isu kita mengapa saya katakan teori Tanah Punt di Nusantara adalah lebih kukuh berbanding teori lain. Bagi pengetahuan anda semua, penulisan saya ini sebahagian besarnya adalah hasil pembacaan daripada kajian Prof Charles Robert Jones. Jadi saudara-saudari sekalian sekali lagi saya tegaskan ini bukan Hikayat Dongeng Doraemon Tahap Gaban, tetapi adalah hasil daripada kajian Ilmiah oleh pakar dalam bidang yang sepatutnya. Rekod Mesir purba menyatakan dengan jelas bahawa Tanah Punt terletak dibahagian timur Mesir. Untuk lebih jelas lagi anda boleh membaca sendiri The Egyptian Book Of The Death yakni sebuah buku sihir Mesir purba yang merupakan salah satu barang ritual terpenting dalam upacara pemakaman Firaun. Dalam buku ini ada menyatakan bahawa Punt bukanlah sebuah negeri sahaja tetapi adalah sekumpulan beberapa buah negeri atau kawasan di sebelah timur. Namun begitu tidak dijelaskan secara tepat dimana letaknya Punt tersebut.
Sebuah lagi karya Mesir purba yang ada menyebut tentang Punt adalah The Shipwrecked Sailor. Dalam karya ini ada dinyatakan bahawa raja Punt adalah pemerintah kawasan Pulau dan bukan sebuah daratan besar seperti Afrika mahupun Amerika. Ukiran di dinding kuil ratu Hatshepsut ada menunjukkan bahawa Punt terletak dikawasan persimpangan jalan perdagangan beberapa tamadun besar dunia. Kenyataan ini mengukuhkan lagi teori Nusantara kerana Nusantara sememangnya berada di persimpangan jalan perdangangan beberapa tamadun besar seperti India dan China!
Kuil Ratu Harshepsut
Ukiran kuil tersebut juga ada memaparkan barang dagangan dari Punt , antaranya ialah kemenyan dan emas. Punt dikatakan kaya dengan ‘asem’ . Asem adalah panggilan orang Mesir purba terhadap sejenis bongkah emas yang berbentuk bulat seperti donut yang merupakan produk Punt sendiri. Hal ini bermakna Punt adalah sebuah pusat perdagangan yang besar dan penting pada zaman tersebut. Selain itu perkataan ‘asem’ atau gegelang emas Punt lansung tidak dapat dikaitkan dengan teori-teori lain kerana setelah dikaji, Charles Jones mendapati tidak ada perkataan asem dalam bahasa-bahasa lain, namun perkataan asem ada dalam bahasa Melayu! Asem merujuk kepada sifat logam iaitu asid atau berasid yakni masam. Menurut Charles Jones emas pada zaman dahulu juga dipanggil sebagai asem oleh masyarakat Nusantara kerana sifat logam tersebut (E-mas+sam=masam). Sehingga hari ini dalam bahasa indonesia perkataan asid diganti dengan asam contohnya asam nitric ,asam hidrokloric dan sebagainya. Teringat saya kepada seorang pengamal perubatan alternatif yang pernah memberitahu saya bahawa ada hikmahnya mengapa Allah melarang lelaki memakai emas. Menurutnya emas sifat semulajadinya adalah sangat asid atau masam, ianya boleh menjejaskan kesihatan lelaki terutama kesihatan seksual. Badan lelaki tidak dapat meneutralkan asid pada emas berbanding badan wanita katanya.
Adakah begini rupa bentuk gegelang emas atau Asem yang diperdagangkan oleh pendudul punt dengan Mesir?
Atau begini bentuknya?
Tambahan lagi, teori Nusantara juga lebih kukuh adalah kerana faktor masa. Apa yang saya maksudkan adalah masa perjalanan ekspedisi perdagangan kapal ratu Hatshepsut ke tanah Punt. Mengikut catatan Mesir purba, tujuan utama pelayaran tersebut adalah untuk menerokai kawasan-kawasan luar Mesir dan juga untuk berdagang. Hatshepsut telah mendapat arahan daripada tuhannya Amon melalui Oracle atau perantara ( samaada kebetulan atau tidak dalam upacara Oracle consultation atau “menurun” ini antara ritual utamanya adalah pembakaran kemenyan…adakah anda pernah melihat bagaimana bomoh atau dukun-dukun Nusantara menurun? Apakah yang mula-mula mereka lakukan? YA..membakar kemenyan) yang menyuruhnya menjalankan eksplorasi perdagangan tersebut sebagai menunjukkan ketaatannya kepada tuhan sebagai pemerintah baru. Setelah sampai ke tanah Punt , wakil Ratu Hatshepsut iaitu Nehesi telah bertemu dengan pemerintah Punt yang bernama PEREHU. Pernah dengar nama ini? Macam pernah je kan? Adakah kebetulan nama Perehu ini sama dengan panggilan orang Melayu terhadap kenaikan air mereka iaitu Perahu?Nak tahu baca ATBM…:)
Bomoh sedang membakar kemenyan.
Pembakaran kemenyan oleh masyarakat Mesir purba.
Kapal dagang ratu Mesir tersebut telah kembali semula dengan selamat pada tahun ke Sembilan pemerintahan baginda. Tempoh waktu yang begitu lama diambil oleh pasukan ekspedisi ini untuk berlayar pergi dan balik dari tanah Punt adalah mustahil sekiranya tanah Punt adalah di Afrika seperti satu teori yang menyatakan bahawa ianya berada di Somalia atau Eritrea. Somalia dan Eritrea adalah sebuah negeri yang amat dekat dengan Mesir. Malahan Hatshepsut tidak perlu susah-susah hendak menyediakan kapal dagang yang serba canggih pada zaman tersebut untuk berlayar ke Somalia atau Eritrea, cukup sekadar berjalan kaki atau berkuda dan berkeldai sahaja boleh sampai. Malahan tidak perlu sampai bertahun-tahun perjalanannya! Selain itu jika benar tanah Punt adalah somalia atau Eritrea ianya tidak mungkin menjadi sebuah upacara khas yang memerlukan konsultasi daripada Oracle, kerana hubungan perdagangan diantara Mesir dengan negara-negara Afrika yang lain adalah perkara biasa dan memang sentiasa berjalan sejak zaman berzaman sebelum pemerintahan Hatshepsut lagi.
Lihat jarak dan kedudukan Somalia dan Eritrea serta Yaman. Ianya sangat dekat dengan Mesir dan tidak memerlukan masa yang terlalu lama untuk berlayar kesana.
Nehesi bertemu dengan Raja Perehu dan Permaisuri Hati.
Selain faktor masa, faktor jarak juga menjadi satu lagi petunjuk. Pada zaman pertengahan, kapal-kapal Pak Arab dari Oman dan Yaman sering berlayar sejauh empat ribu batu nautika ke Sumatera dalam tempoh masa 55 hari sahaja. Kapal-kapal Arab ini adalah diperbuat daripada kayu yang dijalin dengan tali. Dengan tiga buah layar, kapal ini mampu untuk berlayar dan mengharungi ombak besar dilautan luas dan angin yang tidak menentu di lautan Hindi dan laut China selatan. Perjalanan balik kapal-kapal ini mungkin telah melalui kepulauan Maldives sehingga sampai ke pesisir pantai Somalia dengan mengikut arus laut. Oleh sebab itu adalah tidak mustahil sekiranya kapal Mesir purba memerlukan masa yang lebih lama untuk sampai ke Nusantara terutama jika kita perkirakan teknologi perkapalan pada zaman tersebut yang mungkin terkebelakang sedikit berbanding kapal tiga layar buatan kayu yang dimiliki oleh pak-pak Arab pada zaman pertengahan. Jadi, masa beberapa tahun itu adalah munasabah sekiranya kita kira waktu mereka berada di Tanah Punt atau singgah dimana-mana tempat lain atau samaada mereka meneruskan perjalanan sehingga ke penghujung Nusantara yakni sehingga ke Maluku atau pesisir pantai utara Australia mungkin. Hal ini kerana terdapatnya jumpaan tulisan Hieroglif Mesir purba terukir di celah-celah batu di Australia. Namun itu cerita lain, saya tidak mahu menyentuh banyak mengenainya. Biar cik xxx yang arif menyentuhnya…;)
Dhow Arab
Jika kita bandingkan kapal Mesir purba yang berlayar ke tanah Punt dengan kapal pedagang arab pada zaman pertengahan, maka sudah tentu kalah kapal Mesir. Kapal Mesir purba yang dihantar oleh Hatshepsut tersebut adalah diperbuat daripada kayu tetapi hanya mempunyai sebuah layar sahaja. Kapal yang digunakan oleh orang Mesir purba ini adalah contoh prototaip kapal awal yang sama pembuatannya dengan kapal zaman logam akhir. Oleh sebab itu keupayaanya untuk bergerak dengan lebih laju adalah terbatas. Ini dapat menjelaskan tempoh masa yang begitu lama diambil untuk perjalanan pergi balik dari Mesir ke Punt.
Replika kapal Mesir Purba
Namun saya pasti ada diantara anda diluar sana yang masih ragu-ragu dengan kenyataan ini. Masakan orang Mesir Purba yang hidup beribu tahun dahulu boleh berlayar dengan selamat beribu-ribu batu, ahhh!…tak percayalah aku! Orang dulu mana reti buat semua bende tu…otak diorang tak setaraf otak orang zaman moden. Otak kitakan lebih kompleks dan lebih berkembang, otak depa masih ditahap primitive! Mana boleh mencipta kapal yang hebat dan canggih…karut aje. Adakah begitu fikiran anda?…:)
jika beginilah anggapan anda , bermakna anda bersetuju dengan teori evolusi Darwin. Nampaknya pemikiran anda telah terperangkap dengan pensekularan ilmu THH. Ini sangat bahaya, terutama kepada kita orang Islam. Kita sebenarnya memperkecilkan ciptaan Allah jika kita menganggap orang zaman dahulu adalah primitif dan bodoh. Kita seolah olah menghina nabi-nabi terdahulu dan umat Mereka. Adakah kita tahu dan melihat sendiri bahawa mereka itu primitive dan otaknya tidak berkembang. Dengan izin Allah mungkin pada zaman dahulu sudah ada orang yang menjumpai tenaga eletrik dan mencipta mentol lampu sebelum Thomas Edison. Dengan izin Allah juga mungkin sudah ada manusia zaman purba yang telah mencipta kereta hybrid, kapal terbang, enjin wap, microwave, senjata nuclear, mahupun roket.
Adakah anda tidak percaya dengan kekuasaan dan kebijaksanaan Allah? Untuk pengetahuan anda , sebahagian besar daripada ciptaan-ciptaan hebat pada zaman moden adalah hasil daripada kebetulan dan trial and error. Adakah anda menganggap kebetulan ini tidak boleh berlaku pada zaman silam? Mungkin pada 5 ribu tahun dahulu Mak Cik Ati sedang memasak gulai tetapi secara kebetulan dia tersalah bubuh bahan maka jadilah Botox, maka gembiralah Mak cik Ati dengan penemuan barunya kerana nak kelihatan muda dan bergetah, lalu dijamahnya semua botox tersebut sehinggakan seluruh badan jadi tembam dan menggeleber…:) Mungkin juga Pak Cik Perahu tengah bermain Wau tetapi kemudian secara kebetulan petir menyambar Waunya lalu mengalir arus eletrik ke badannya kerana dia memakai Potoh Naga di lengan, maka tahulah dia akan arus eletrik yang dialirkan logam…:)
Permaisuri Hati yang tembun…:)
Mungkin juga memang semua kemajuan teknologi yang kita sedang kecapi sekarang sememangnya pernah digunakan oleh manusia pada zaman purba tetapi tidak meluas. Mungkin hanya satu dua orang sahaja yang tahu. Mungkin juga kerana manusia-manusia bijak yang mencipta pelbagai teknologi tersebut telah dimusnahkan Allah. Ini semua tidak mustahil tuan-tuan sekalian. Semuanya dengan izin Allah.
Geografi Nusantara juga saudara-saudari sekalian, adalah bersesuaian dengan diskripsi tentang tanah Punt. Hasil bumi Nusantara kebanyakannya dapat kita lihat dalam senarai barangan yang diperdagangkan dengan orang Mesir purba di Punt. Satu daripada barang terpenting yang mendapat permintaan tinggi para pedagang Mesir purba adalah Anti atau kemenyan Punt. Untuk pengetahuan anda ukiran di dinding Kuil Ratu Hatshepsut ada memperincikan tentang kemenyan dan pokoknya sekali. Setelah dikaji oleh para sarjana, di dapati bahawa pokok kemenyan Punt adalah tidak sama seperti pokok kemenyan dari Afrika mahupun Yaman. Kemenyan Afrika adalah dari jenis Bosweilia yang memang banyak di kawasan Afrika dan Yaman. Jadi kemenyan tersebut adalah kemenyan biasa yang memang telah digunakan lama oleh masyarakat Mesir purba, mungkin juga ada ditanam di belakang rumah mereka macam kita tanam serai…:) tetapi mengapa dalam gambar ukiran di kuil tersebut para pengunjung Punt beria-ia mahu membeli kemenyan Punt dan lansung membawa anak pokoknya sekali untuk dibawa balik ke Mesir?
Kru kapal Mesir sedang mengangkut barang dagangan dari Punt untuk dibawa pulang ke Mesir
Ini membuktikan bahawa kemenyan Punt bukanlah kemenyan sembarangan! Ia adalah kemenyan yang sangat berharga. Oleh sebab itu tidak mungkin Punt berada di Afrika kerana tidak ada kemenyan jenis sebegitu wujud di sana. Namun demikian kemenyan yang dipaparkan dalam ukiran itu memang wujud di Nusantara, terutama di Sumatera! Selain kemenyan ada banyak lagi barang dagangan Punt yang memang boleh didapati di Nusantara seperti gading gajah, kayu keras, gaharu, cendana, kayu Manis, kulit kura-kura, rempah ratus, bijih emas dan lain-lain.
Pokok kemenyan jenis ini banyak didapati di Afrika dan Yaman. Bentuknya berbeza dari lakaran pokok kemenyan Punt.
Di atas adalah kenyenyan jenis Lubban Jawi yang menjadi rebutan para Firaun Mesir. Pokoknya rendang dan tinggi berbanding kemenyan Yaman.
Digambarkan juga bahawa penduduk Punt mempunyai pelbagai ragam warna kulit dan puak. Ada diantaranya yang berkulit gelap, ada yang berkulit kemerah-merahan dan ada yang berkulit perang kekuningan. Diskripsi ini lebih mengukuhkan lagi teori Punt di Nusantara kerana demografi Nusantara memang mempunyai diversiti pingmentasi kulit yang pelbagai. Ada puak asli seperti Negrito yang hidup dalam hutan tebal berkulit gelap dan berhidung pesek seperti puak Afrika, ada puak yang berkulit kemerah-merahan mungkin orang Melayu yang berjemur di tengah sawah atau disebabkan aktiviti kelautan. Ada juga yang berkulit kekuningan yang mungkin menunjukkan suku-suku Melayu yang tinggal di kawasan tanah tinggi dan bukit-bukau seperti orang Minang, Kerinci dan Rejang yang kulitnya agak cerah termasuk juga orang Iban dan Dusun. Tambahan lagi ada diantara mereka yang berjanggut, ada yang tidak, malahan cara berpakaian mereka juga sedikit berbeza diantara satu sama lain. Tetapi adalah agak sukar untuk saya gambarkan demografi sebegitu di Afrika terutama di Somalia dan Eritrea kerana hampir kesemua penduduknya berkulit hirang (Bahasa banjar…hehe) . Ini termasuklah yang tinggal di kawasan tanah tinggi seperti di Etheopia.
Diatas adalah ukiran dinding yang menggambarkan rupa paras penduduk Punt.
Sesetengah unsur kebudayaan yang dipaparkan mengenai Punt dalam ukiran-ukiran Mesir purba juga adalah bertentangan dengan unsur kebudayaan Afrika tetapi lebih mirip kepada unsur kebudayaan Melayu. Telah dikenalpasti bahawa gelang dan rantai yang dipakai oleh Perehu raja Punt juga turut dipakai oleh beberapa puak di Afrika timur. Namun demikian menurut kajian yang telah dijalankan, puak-puak Afrika yang memakai gelang dan potoh seperti Perehu tersebut sebenarnya telah mendapat pengaruh daripada satu budaya dan tamadun lain. Anda tahu dari mana mereka mendapat pengaruh pemakaian gelang ini? Mereka sebenarnya telah mendapatnya daripada kita, iaitu suku rumpun Melayu. Mungkin anda tertanya bagaimana pulak kita boleh mepengaruhi puak-puak Afrika tersebut? Jawapannya ada di Pulau Madagaskar! Bagi anda yang tidak tahu, sebenarnya kajian tentang kolonialisasi bangsa Melayu terhadap kepulauan Madagaskar sebenarnya telah diterima ramai sarjana Barat dan tempatan. Sejak beribu-ribu tahun dahulu didapati berlakunya peghijrahan suku kaum Melayu dari Nusantara ke pulau Madagaskar dan pantai Timur Afrika. Jika teori ini telah diterima, mengapa susah sangat untuk kita terima bahawa orang Melayu telah sampai ke Mesir atau orang Mesir telah sampai ke Nusantara? Jarak diantara Mesir dengan pantai Timur Afrika atau Madagaskar bukan pun jauh sangat jika dibandingkan dengan jarak perjalanan dari Nusantara ke Madagaskar. Cuba anda fikirkan.
Di Madagaskar ada satu puak yang dominan menguasai pemerintahan walaupun mereka bukan majoriti sejak beribu-ribu tahun. Nama puak itu adalah Malagasy. Puak Malagasy sebenarnya adalah keturunan para penghijrah Nusantara beribu-ribu tahun dahulu. Bahasa mereka masih mengekalkan beberapa ciri bahasa Melayu. Dan jika anda masih sangsi lagi dengan supremasi Ruling Class Melayu, mereka boleh dijadikan contoh yang nyata. Puak Malagasy adalah kaum pertama yang mewujudkan sistem pemerintahan berpusat atau bernegeri di Madagaskar dan mereka bertindak sebagai pemerintah atau Lord kepada puak-puak Afrika kulit hitam lain yang terdapat di pulau tersebut. Mereka bukan sahaja memperkenalkan pemakaiian gelang dan potoh kepada puak-puak Afrika, malahan juga memperkenalkan tanaman ubi keledek, pisang, kelapa dan padi kepada masyarakat di Afrika Timur, tak lupa juga permainan Congkak serta alat musik.
salah seorang Ratu Madagaskar Dinasti Merina Malagasy, Ranavalona II.
Tambahan lagi rantai yang dipakai oleh isteri Perehu iaitu Hati mempunyai banyak persamaan dengan rantai-rantai yang dipakai oleh suku kaum di Nusantara terutama di Borneo seperti Iban dan Dusun. Malahan sebenarnya rantai itu ada mirip bentuk rantai yang dipakai oleh pengantin Melayu. Ditambah lagi dengan pemakaian senjata yang disisip di pinggang Perehu. Saya tidak mahu membuat spekulasi bahawa ianya Keris, namun cara pemakaian senjata sebegini sebenarnya tidak dipraktikkan oleh Masyarakat Mesir purba mahupun Afrika. Anda Nampak sekarang apa yang cuba disampaikan :) Selain itu dalam pemerhatian saya, ada satu lagi kelainan yang terdapat pada lukisan orang-orang Punt di dinding-dinding kuil Mesir purba. Jika dilihat dengan teliti semua orang Punt mempunyai lilitan di kepala mereka dan ini termasuklah dengan Permaisuri Hati. Tambahan lagi ramai daripada pengikut Hati dan Perehu yang berada di belakang dalam ukiran tersebut memakai rantai dan gelang. Rantai- rantai itu seperti juga yang dipakai oleh Hati dan Perehu mempunyai cantuman-cantumah berbetuk bulat. Adakah anda perasan bahawa semua suku kaum Rumpun Melayu di Nusantara ini pasti mempunyai headgear atau lilitan kepala masing-masing! Yang Melayu dengan tengkolok dan semutarnya, yang Jawa dengan blangkonnya yang Dayak, iban dan banyak lagi suku-suku lain dengan ikatan manik dan sebagainya. Cara ikatan yang diperlihatkan dalam ukiran tersebut juga jelas menunjukkan ia adalah sejenis fabrik atau sesuatu yang boleh lentur. Hal ini kerana kita dapat melihat ada simpulan dibelakang kepala mereka yang menunjukkan ianya diikat di kepala.
Perhatikan rantai yang dipakai Permaisuri Hati dan juga lilitan kepala para pengikut mereka di belakang. Dalam lakaran yang sama juga ada dipaparkan Asem atau gegelang emas Punt yang menjadi barang dagangan utama tanah Punt dengan Mesir.
Perhatikan perhiasan suku kaum Dusun ini. sebahagian besar daripada perhiatan mereka adalah diperbuat daripada kepingan-kepingan logam berbentuk bulat seperti yang dipakai Hati.
Lihat pula rantai yang dipakai wanita suku kaum Rejang ini.
Perhiasan suku kaum di Sabah.
Senibina rumah penduduk Punt juga memberikan petunjuk bahawa Afrika bukanlah tanah misteri tersebut. Rumah Punt berbentuk agak pelik bagi masyarakat Afrika dan Mesir. Namun demikian ia bukanlah bentuk yang asing di Nusantara. Rumah Punt berbentuk circular atau bulatan. Sememangnya ada puak-puak di Afrika yang mempunyai rumah sebegini, namun yang membezakan rumah Punt dengan rumah Afrika adalah ianya mempunyai kaki atau tiang-tiang tinggi dibawahnya seperti kebiasaan rumah-rumah Melayu. Lantainya pula diperbuat daripada papan dan tinggi tiangnya dikatakan lebih kurang 6 kaki. Atap rumah dijangkakan diperbuat daripada daun-daun yang seakan-akan buluh. Rumah ini juga ada tangga yang menuju ke pintu rumah yang kecil. Anda boleh menjumpai rumah-rumah sebegini dengan banyak di Nusantara walaupun mungkin segi empat.Tetapi ciri-ciri lain seperti bertangga dan tingginya enam kaki adalah indikasi yang besar menunjukkan bahawa ia sejenis rumah Melayu awal. Memang kebanyakan rumah Melayu, 6 kaki adalah ukuran standart yang membolehkan orang melakukan aktiviti dibawahnya. Malahan jika anda pergi ke Maluku dan Papua atau ke pulau-pulau terpencil di Indonesia anda sebenarnya masih dapat melihat rumah berbentuk bulatan sebegini. Menurut sarjana barat, bentuk rumah sebegini adalah prototaip rumah tertua di Nusantara.
Rumah Punt.
Adakah secara kebetulan Rumah suku Bidayuh adalah satu-satunya rumah suku kaum di Borneo yang berbentuk bulat? Lihat beberapa persamaan diantara rumah suku Bidayuh ini dengan rumah Punt.
Rumah suku kaum di Sumbawa.
Di atas adalah rumah suku kaum di Papua.
Satu ukiran purba di makam seorang pegawai kepada Firaun Thutmose III yang bernama Min ada memaparkan lawatan pelayar dari Punt yang datang ke Mesir menggunakan sejenis kenaikan air atau bot yang aneh. Ada dikalangan sarjana yang membuat spekulasi bahawa ianya adalah sejenis rakit namun dakwaan itu kabur. Berkemungkinan ianya diakibatkan daripada kesilapan pelukis atau pengukir dinding tersebut. Mungkin pelukis itu tidak pernah melihat sendiri bagaimana rupa bentuk sebenar kapal tersebut dan hanya memberikan gambaran kasar. Mungkin juga lukisan itu berbentuk satu dimensi. Apa yang dilihat mungkin berbeza dari reality sebenar. Dari kajian yang dilakukan oleh Charkes Jones, beliau mendapati ciri-ciri kapal tersebut adalah sama dengan rupa bentuk perahu orang Melayu Nusantara. Bentuk layarnya juga adalah sama seperti layar perahu Melayu awal yang pernah digunakan oleh nenek moyang kita untuk mengembara keseluruh kepulauan Melayu dan Pasifik.
Diatas adalah lakaran kapal dari Punt yang datang ke Mesir.
Last but not least, bukti yang menunjukkan bahawa sememangnya ada kesinambungan hubungan diantara Melayu Nusantara dengan Masyarakat Mesir purba adalah dengan jumpaan tulisan-tulisan purba yang lansung tidak diketahui dari mana asal usulnya di beberapa tempat di Nusantara. Jika anda membaca buku History of Java tulisan Stamford Raffles maka anda akan menemui salinan daripada transkrip batu-batu bersurat serta manuskrip purba yang dijumpai oleh beliau. Apa yang menariknya adalah sebahagian besar daripada tulisan-tulisan ini adalah tidak boleh dibaca sehingga sekarang. Ada sarjana yang berpendapat bahawa tulisan-tulisan tersebut adalah tulisan Sanskrit atau Pali. Namun setelah disuakan kepada pakar tulisan Sanskrit dan Pali mereka juga mengatakan bahawa ia bukan tulisan tersebut. Malahan aksaranya berlainan sekali dengan aksara-aksara keindiaan yang banyak mempengaruhi tulisan-tulisan Melayu klasik seperti Kawi dan Jawa Kuno. Apakah jenis tulisan itu? Mengapa ia begitu misteri sekali sehinggakan pakar-pakar bahasa di London tidak dapat menafsirkannya?
Diatas adalah tulisan misteri yang dipaparkan dalam buku Raffles. Terdapat banyak ciri Phoenecian dalam karakternya.
Setalah dikaji oleh pakar-pakar bahasa dan termasuk Charles Jones sendiri, maka telah dapat dikenalpasti bahawa tulisan-tulisan tersebut sebenarnya adalah dalam kategori tulisan Phoenecia dan ibrani kuno. Apa yang menggemparkan para sarjana ini adalah tulisan rencong yang digunakan oleh suku Rejang, Kerinci dan Melayu Jambi juga mempunyai persamaan yang sangat banyak sekali dengan tulisan Phoenecia dan Ibrani kuno. Kajian yang dibuat mengenai tulisan-tulisan suku-suku Melayu Sumatera yang lain juga seperti suku Batak turut mendapati ianya berada dalam kelompok yang sama iaitu Pheonecian. Bagaimana tulisan orang Pheonecian yang bertapak di kawasan Syria, Palestin, dan Lebanon boleh berada beribu batu jauhnya di Nusantara? Menurut Charles Jones, 15 daripada aksara misteri yang dipaparkan dalam buku raffles tersebut adalah berada dalam variasi aksara Phonecian.
Aksara Rejang.
Dalam buku yang sama juga Raffles ada memaparkan tulisan purba misteri yang berbentuk Demotic. Charles Jones telah membandingkan tulisan misteri berbentuk Demotic tersebut dengan tulisan Demotic Mesir purba dari kurun ke 3 hingga ke 7 sebelum Masihi. Hasilnya adalah amat mengejutkan! Sembilan belas daripada aksara tulisan misteri tersebut adalah sepadan dengan sistem aksara Demotic Mesir Purba! Semua ini jelas menunjukkan bahawa sememangnya suatu ketika dahulu para pedagang dan pelaut dari Mesir purba dan negeri-negeri berdekatan dengannya terutama Pheonecian pernah sampai ke Nusantara dan berinteraksi dengan orang Melayu purba. Malahan bukan itu sahaja, pelaut dan pedagang dari tanah Punt atau Nusantara juga pernah sampai ke Mesir dengan kapalnya sendiri. Ini belum lagi jika saya kemukakan kajian-kajian daripada pakar-pakar bahasa seperti Jaspen yang berjaya menemui banyak perkataan-perkataan Mesir purba dalam kosakata bahasa Melayu Rejang dan Melayu Standart, contohnya Mata Hari atau Maat Heru, Baal atau Bala, prah atau perahu dan banyak lagi. Untuk maklumat lanjut mengenai kajian ini sila baca ATBM sahaja ok…:)
Tulisan misteri yang dijumpai di Indonesia yang mempunyai banyak persamaan dengan tulisan Demotic Mesir Purba.
Di atas adalah contoh tulisan Demotic daripada sebuah manuskrip Mesir purba. Cuba anda padankan mana-mana aksara yang berbentuk hampir serupa dengan tulisan misteri sebelumnya.
Satu lagi tulisan misteri yang dijumpai di Bogor yang mempunyai ciri-ciri tulisan Phoenecian dan Demotic.
Secara kesimpulannya kajian-kajian yang telah dikemukakan ini sekaligus mengukuhkan lagi teori yang menyatakan bahawa Tanah Punt adalah berada di Nusantara. Jika ini benar , bermakna leluhur tamadun Mesir purba juga berkemungkinan berasal dari Nusantara kerana menurut Masyarakat Mesir purba, nenek moyang mereka berasal dari Punt dan Tuhan-tuhan mereka juga berasal dari Punt, seperti Horus, Osiris, Seth dan Isis. Mereka percaya bahawa tuhan-tuhan mereka ini pada suatu masa dahulu adalah manusia biasa. Adakah mereka ini berbangsa Melayu Nusantara? Wallah hu a’lam.

Sabtu, 08 Desember 2012

PIRAMID BERASAL DARI NUSANTARA?


Berbalik kepada topik kita, sebenarnya sudah ada kajian yang dibuat oleh para arkeologis barat dan dari negara jiran sendiri yang menunjukkan bahawa budaya piramid sebenarnya berasal dari Nusantara. Lebih tepat lagi ianya dikaitkan dengan sebuah benua yang telah tenggelam iaitu Sundaland. Sudah lama sebenarnya saintis-saintis barat mengeluarkan teori mereka mengenai Sundaland dan kebanyakan teori ini memang benar. Namun demikian sebahagian besar ahli-ahli arkeologi , geologi dan Sejarah aliran perdana masih meraguinya kerana menurut mereka ini semua pseudoscience dan arkeologi terlarang. Seperti yang kita tahu sebenarnya banyak penemuan arkelologis yang terpaksa dirahsiakan oleh kerajaan-kerajaan tertentu kerana ia bercanggah dengan teori-teori ilmuan perdana. Namun yang benar tetap akan tersingkap walau bagaimana carapun kita menutupnya bak kata orang Melayu bangkai gajah kalau ditutup akan berbau juga.
Di negara jiran kita Indonesia beberapa Ahli arkeologi dan geologi ternama mereka sedang giat untuk membuktikan bahawa sememangnya tanah Nusantara ini wujud sebuah ketamadunan purba yang tinggi teknologinya. Salah satu teknologi tamadun purba ini adalah pembinaan piramid. Professor Robert Schoch dalam kajian beliau ada menyatakan bahawa sebenarnya ilmu pembinaan piramid bukanlah asli dari Mesir tetapi sebaliknya milik bangsa yang lebih tua yang berasal dari timur di sebuah benua yang telah tenggelam. Menurut beliau lagi Sundaland yang tenggelam lebih kurang 70000 tahun yang lalu telah memperlihatkan penghijrahan satu kaum yang maju yang membawa ilmu pembinaan piramid ke serata dunia termasuklah Mesir.
Kajian yang dibuat beliau bukan sahaja menyetuh tentang bukti-bukti arkeologi tetapi juga bukti linguistik, antropologi, DNA, dan geologi. Oleh itu adalah sukar untuk menyangkal teori yang dibuat beliau tanpa pengetahuan dalam bidang-bidang tersebut. Tambah beliau lagi tamadun-tamadun utama dunia seperti Sumer, China, Bolivia, Peru dan lain-lain mendapat ilmu mereka dari orang-orang Sundaland yakni Nusantara. Menurutnya lagi manusia dari Sundaland ini mempunyai ilmu pelayaran yang hebat dan telah berlayar ke seluruh pelusuk dunia untuk menyebarkan tamadun mereka. Adakah anda pernah menonton filem 10 000 b.c? jika belum sila tonton kerana dalam filem itu ada maksud tersembunyi. Jika kita teliti betul-betul dalam babak akhir filem tersebut setelah kesemua hamba-hamba itu memberontak para penguasa yang mengarah untuk membina piramid tersebut cuba melarikan diri dengan sebuah kapal besar yang disembunyikan di belakang Piramid. Filem ini dengan jelas cuba memberi clue kepada kita bahawa Pembina piramid datang dari wilayah asing yang jauh.
Mungkin maklumat ini terlalu asing bagi kalian semua namun sebenarnya kenyataan Prof Robert ini ada asasnya. Seperti yang telah saya katakana Ahli-ahli arkelologi Indonesia sedang giat mencari piramid-piramid di seluruh Nusantara dan hasilnya mereka berjaya menemui beberapa buah piramid dan step piramid yang berusia beribu-ribu tahun lebih tua dari piramid Mesir! Salah satu tapak yang telah dikenal pasti oleh geologis dan arkelologis Indonesia ialah di gunung Lalakon, Bandung. Menurut mereka setelah mereka mengadakan unjian batuan secara saintifik mereka mendapati dibawah permukaan Gunung lalakon terdapat bentuk batu-batuan yang seakan-akan dibina manusia dan bukan terbentuk secara semulajadi. Jika ini benar bermakna Gunung Lalakon adalah salah satu piramid yang terbesar dan tertinggi di dunia. Pasukan yang digelar Turangga Seta ini mengklaim masih ada ratusan piramid lain yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka mengatakan bahwa piramid-piramid itu tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Secara geomorfologis, bentuk Gunung Lalakon di Bandung mahupun Gunung Sadahurip di Garut memang memiliki bentuk yang mirip dengan piramid. Mereka memiliki empat sisi yang ternyata simetri.
BENTUK GUNUNG LALAKON ADALAH TIDAK UBAH SEPERTI PIRAMID. MAMPUKAH ALAM SEMULAJADI MEMBENTUK PIRAMID SEBEGINI?
Adakah penemuan ini sama seperti penemuan di Bosnia. Saya juga mendapat maklumat bahawa penggalian di Bosnia telah dihentikan kerana kurang bukti ditemui dan dihalang oleh lembaga Arkeologi yang berpengaruh di dunia. Mengapa mereka betul-betul takut jika piramid ditemui di Bosnia atau di Indoneisa agaknya?
PUNDEN BERUNDAK DI JAWA BARAT YANG BERBENTUK PIRAMID
Selain daripada Gunung-gunung yang disebutkan diatas sebenarnya ada banyak lagi tapak lain terutama tapak megalitik di Indonesia yang mempunyai binaan berupa piramid dan step piramid. Antaranya ialah Candi Sukuh yang amat terkenal itu. Jika kita lihat betul-betul Candi ini tidak ubah seperti piramid kaum Maya dan Aztec di Amerika tengah! Selain Candi Sukuh satu lagi candi yang hampir serupa ialah Candi Cheto. Semua ini terletak di Pulau Jawa. Sebenarnya jika kita membuat kajian lebih mendalam ciri-ciri pembinaan candi-candi di Nusantara adalah amat unik. Hal ini kerana ianya berasaskan kepada binaan step piramid. Contoh yang paling nyata ialah candi Borobudur sendiri. Selain Borobudur candi-candi lain seperti Candi pasemah di Sumatera selatan dan Candi Prambanan terutama di bahagian atasnya yang melambangkan Gunung Mahameru juga mempunyai asas step piramid. Jadi pada pendapat saya adalah logik sekiranya kita katakan bahawa pembinaan piramid adalah tidak asing sebenarnya di Nusantara.
CANDI SUKUH SALAH SATU CANDI UNIK YANG BERBENTUK PIRAMID
CANDI CHETO JUGA BERBENTUK SEPERTI PIRAMID AMERIKA TENGAH
PUNDEN BERUNDAK, SALAH SATU TAPAK MRGALITIK BERBENTUK STEP PIRAMID
CANDI BORUBUDUR JUGA DIBINA DENGAN ASAS PIRAMID
Masjid kampung laut.
Masjid Minang.
Rumah kaum Melayu Merina di Madagaskar juga mengekalkan bentuk 3 segi dan piramid.
Para pengkalji dari UKM sendiri pernah membuat kesimpulan bahawa di sekitar Tasik Chini ada bukit-bukit yang berbentuk seperti piramid yang mempunyai empat bucu yang lurus. Tambahan lagi jika kita lihat senibina rumah-rumah Melayu di seluruh nusantara maka akan kita lihat tidak hilangnya tradisi piramid dalam masyarakat kita. Apakah yang saya maksudkan? yang saya maksudkan adalah senibina bumbungnya yang berbentuk piramid dan antara contohnya ialah Masjid kampung laut. Apakah semua ini? adakah benar piramid berasal dari Nusantara? Adakah benar Sundaland adalah Atlantis yang dicari-cari selama ini? Saya tinggalkan persoalan ini untuk anda semua fikirkan. Wallah hu a’lam.