Sabtu, 27 Agustus 2011

Misteri Bani JAWI (Jawa) yang kesohor

Pada masa Dinasti ke-18 Fir’aun di Mesir (sekitar 1.567SM-1.339SM), di pesisir barat pulau sumatera telah ada pelabuhan yang ramai, dengan nama Barus. Pelabuhan ini berkembang dengan baik, dikarenakan ada bangsa yang mengatur, serta menjaganya dari serangan bajak laut atau negara lain.

Penguasa Pelabuhan Barus, dikenal dengan nama Bangsa Malai. Malai dalam bahasa Sanskrit atau Tamil, berarti bukit (gunung). Seperti namanya, Bangsa Malai bermukim di sekitar perbukitan (dataran tinggi).

Asal Muasal Bangsa Malai

Diperkirakan bangsa Malai, bermula dari 4 (empat) bangsa, yakni Arab-Cina-Eropa-Hindia, terkadang disingkat ACEH (sampai sekarang istilah ACEH masih dinisbatkan kepada keturunan Bangsa Malai yang tinggal di ujung utara pulau sumatera).

Bangsa yang pertama datang adalah Bangsa Hindia Malaya (Himalaya). Bangsa Himalaya merupakan interaksi antara Bangsa Hindia (keturunan Kusy keturunan Ham bin Nabi Nuh), dengan Bangsa Malaya (keturunan Bangsa Malaya Purba/Atlantis/Sundaland [Penduduk Asli Nusantara], yang selamat dari bencana banjir Nuh).

Pada awalnya mereka tinggal di kaki gunung Himalaya, sekitar tahun 6.000SM mereka datang ke pulau sumatera. Mereka menyusul kerabatnya bangsa Polinesia (keturunan Heth keturunan Ham bin Nabi Nuh), yang telah terlebih dahulu datang, dan bertempat tinggal di bagian timur Nusantara.

Pada sekitar tahun 4.500SM, datang Bangsa Cina atau Bangsa Formosa (keturunan Shini keturunan Yafits bin Nabi Nuh). Bangsa ini membawa budaya Agraris dari tempat asalnya.

Setelah itu sekitar tahun 2.500SM, datang Bangsa Eropa atau Bangsa Troya/Romawi Purba (keturunan Rumi keturunan Yafits bin Nabi Nuh), mereka membawa Peradaban Harappa, yang dikenal sudah sangat maju.

Dan terakhir sekitar tahun 2.200SM datang Bangsa Arab Purba atau Bangsa Khabiru (keturunan ‘Ad keturunan Sam bin Nabi Nuh). Bangsa Khabiru adalah pengikut setia Nabi Hud, mereka datang dengan membawa keyakinan Monotheisme, di dalam masyarakat pulau sumatera.

Penyatuan ke-empat bangsa ini di kenal dengan nama Bangsa Malai (Bangsa Aceh Purba/Melayu Proto), dengan mata pencaharian utama sebagai nelayan dan petani.

Bangsa Malai sebagaimana leluhur pertamanya Bangsa Himalaya, mendiami daerah dataran tinggi, yaitu di sepanjang Bukit Barisan (dari Pegunungan Pusat Gayo di utara, sampai daerah sekitar Gunung Dempo di selatan).

Bermula dari Bukit Barisan inilah, Bangsa Malai menyebar ke pelosok Nusantara, seperti di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Semenanjung Malaya, Siam, Kambujiya, Sunda, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua.

Bangsa Malai Pelindung Nusantara

Menurut para sejarawan, Bangsa Mongoloid begitu mendominasi daerah di sebelah utara Nusantara.

Muncul pertanyaan, mengapa bangsa Mongoloid (Jengis Khan) tidak sampai meluaskan kekuasaan sampai ke selatan, bukankah nusantara adalah daerah yang sangat layak untuk dikuasai? Daerahnya subur, serta tersimpan beraneka bahan tambang seperti emas, timah dan sebagainya.

Apa yang mereka takutkan???

Jawabnya hanya satu, karena NUSANTARA ketika itu, dilindungi Bangsa Malai. Bangsa Malai dikenal sangat kesohor memiliki angkatan laut digdaya, kekuatan maritim yang kuat, dan balatentaranya secara personal memiliki ilmu beladiri yang mumpuni, Penguasa lautan sehingga Nusantara terkenal sbg kerajaan super power dari timur, bahkan jauh ribuan tahun sebelum bangsa Mongol berkuasa.

Siti Qanturah Leluhur Bani Jawi

Pada sekitar tahun 1670SM, dikhabarkan Nabi Ibrahim (keturunan Syalikh keturunan Sam bin Nabi Nuh) telah sampai berdakwah di negeri Bangsa Malai. Beliau diceritakan memperistri puteri Bangsa Malai, yang bernama Siti Qanturah (Qatura/Keturah).

Dari pernikahan itu Nabi Ibrahim di karuniai 6 anak, yang bernama : Zimran, Jokshan, Medan, Midian, Ishbak dan Shuah. Dari anak keturunan Siti Qanturah kelak akan memunculkan bangsa Media (Madyan), Khaldea dan Melayu Deutro (berdasarkan perkiraan, Nabi Ibrahim hidup di masa Dinasti Hyksos berkuasa di Mesir Kuno (1730SM-1580SM), sementara versi lain menyebutkan, Nabi Ibrahim menikah dengan Siti Qanturah, pada sekitar tahun 2025SM).

Bangsa Melayu Deutro (Malai Muda), yang saat ini mendiami kepulauan Nusantara, juga mendapat sebutan Bani Jawi. Bani Jawi yang berasal dari kata Bani (Kaum/Kelompok) JiWi (Ji = satu/tauhid ; Wi = Widhi atau Tuhan). Jadi makna Bani Jawi (JiWi) adalah kaum yang meyakini adanya satu Tuhan.

Keterangan mengenai Bani Jawi sebagai keturunan Nabi Ibrahim, ditulis oleh sejarawan terkemuka Ibnu Athir dalam bukunya yang terkenal ‘al-Kamil fi al-Tarikh’.

Catatan :

Melayu Deutro adalah istilah yang digunakan para sejarawan modern, untuk meng-indentifikasikan Bani Jawi, dimana Ibnu Athir menerangkan bahwa Bani Jawi adalah keturunan Nabi Ibrahim.

Keterangan Ibnu Athir ini semakin nyata, ketika baru-baru ini, dari penelitian seorang Profesor Universiti Kebangsaaan Malaysia (UKM), diperoleh data bahwa, di dalam darah DNA Melayu, terdapat 27% Variant Mediterranaen (merupakan DNA bangsa-bangsa EURO-Semitik).

Variant Mediterranaen sendiri terdapat juga di dalam DNA keturunan Nabi Ibrahim yang lain, seperti pada bangsa Arab dan Bani Israil.

Suku Jawa adalah suku terbesar dari Bani Jawi. Dan sejak dahulu, mereka menganut monotheisme, seperti keyakinan adanya Sang Hyang Widhi atau Sangkan Paraning Dumadi. Manunggal kawula gusti

Selain suku Jawa, pemahaman monotheisme juga terdapat di dalam masyarakat Sunda Kuno. Hal ini bisa kita jumpai pada Keyakinan Sunda Wiwitan. Mereka meyakini adanya ‘Allah Yang Maha Kuasa’, yang dilambangkan dengan ucapan bahasa ‘Nu Ngersakeun’ atau disebut juga ‘Sang Hyang Keresa’.

Tulisan ini bukan hanya sekedar cerita, legenda atau mitos, akan tetapi juga didukung oleh fakta-fakta ilmiah. Mengenai keberadaan Kota Barus, mari kita ikuti bacaan berikut…

SEJARAH KOTA BARUS

Sebagai pelabuhan niaga samudera, Barus (Lobu Tua) diperkirakan sudah ada sejak 3000 tahun sebelum Masehi. Bahkan ada juga yang memperkirakan lebih jauh dari itu, sekitar 5000 tahun sebelum Nabi Isa lahir.

Perkiraan terakhir itu didasarkan pada temuan bahan pengawet dari berbagai mummy Fir’aun Mesir kuno yang salah satu bahan pengawetnya menggunakan kamper atau kapur barus. Getah kayu itu yang paling baik kualitasnya kala itu hanya ditemukan di sekitar Barus.

Sejarawan di era kemerdekaan, Prof Muhammad Yamin memperkirakan perdagangan rempah-rempah diantara kamper sudah dilakukan pedagang Nusantara sejak 6000 tahun lalu ke berbagai penjuru dunia.

Seorang pengembara Yunani, Claudius Ptolomeus menyebutkan bahwa selain pedagang Yunani, pedagang Venesia, India, Arab, dan juga Tiongkok lalu lalang ke Barus untuk mendapatkan rempah-rempah.

Lalu pada arsip tua India, Kathasaritsagara, sekitar tahun 600 M, mencatat perjalanan seorang Brahmana mencari anaknya hingga ke Barus. Brahmana itu mengunjungi Keladvipa (pulau kelapa diduga Sumatera) dengan rute Ketaha (Kedah-Malaysia), menyusuri pantai Barat hingga ke Karpuradvipa (Barus).

http://vanrieta.blog.esaunggul.ac.id/2011/02/26/bani-jawi-jawa-yang-kesohor/

Selasa, 09 Agustus 2011

Ayo Menggali Potensi Indonesia

Ketika disebutkan kata ‘Indonesia’, maka akan terlintas dalam pikiran kita akan sebuah negara kepulauan yang berikhlim tropis, subur dan kaya dengan semberdaya alam dan warisan budaya. Negara ini begitu luas, dengan jumlah penduduk mendekati 300 juta orang.

Indonesia memiliki posisi geografis yang strategis, berada di kawasan Asia Tenggara. Kawasan memiliki nama abadi: Nusantara. Era penjajahan Eropa di abad-abad silam telah menjadikan rumpun bangsa ini terpecah dalam negara-negara baru pasca Perang Dunia II, mengikuti bangsa manakah yang menjajahnya. Wilayah yang dikuasai Belanda kemudian menjadi Indonesia, wilayah yang dikuasai Inggris kemudian menjadi Malaysia dan Singapura, wilayah yang dikuasai Amerika Serikat kemudian menjadi Filipina. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya penduduk kawasan Nusantara ini tetaplah satu keluarga besar yaitu rumpun bangsa Melayu atau dalam istilah Arab disebut juga bangsa Jawi.

Menggali potensi Nusantara adalah sebuah pekerjaan besar yang memerlukan kesungguhan dan cita-cita besar. Juga memerlukan wawasan menembus cakrawala bepikir kita untuk kemudian diamalkan dan diperjuangkan. Hanya sekedar berbangga dengan sejarah emas, maka itu tidak akan membuahkan apa-apa karena sejarah adalah karya orang-orang terdahulu. Masa kini adalah lembaran karya kita untuk ditulis juga dengan tinta emas untuk dipersembahkan kepada Tuhan sebagai amal ibadah kita. Untuk itu, marilah kita kaji sedikit bagaimana kita akan menggali potensi Nusantara yang diamanahkan Tuhan kepada kita.

1. Sumberdaya Manusia Adalah Potensi Yang Sesungguhnya

Sungguh beruntung umat manusia yang tinggal di tanah yang kaya raya. Sementara sebagian manusia yang lain tinggal di tanah yang gersang dan kosong. Namun dalam pahatan catatan sejarah, kita selalu menyaksikan bahwa kesejahteraan hidup yang dambakan juga mengalir kepada manusia-manusia yang berada jauh dari tanah yang kaya raya. Sering juga terjadi ketidakadilan, ketika manusia yang mewarisi bumi yang kaya justeru tidak tersisihkan oleh mereka yang datang dari tempat jauh gersang.

Karena itulah kita menyadari, sebanyak apapun sumberdaya alam yang kita warisi tidak akan berarti jika tidak ada sumberdaya manusia yang mampu mengolahnya dan menggunakannya untuk kebaikan bersama. Sumberdaya manusia adalah potensi kita yang sesungguhnya.

2. Mari Mengenal Diri Manusia

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang Tuhan ciptakan. Manusia tidak hanya memiliki tubuh fisik, namun beserta tubuh fisik itu ada ruhani yang menjadi penggeraknya. Ibarat komputer yang kita gunakan, ada hardware dan ada software. Ketika kita sebutkan tentang ‘software’ tentu yang dimaksud bukan sekedar rekaman kode yang tersimpan dalam piringan magnetik, namun ‘kecerdasan’ yang dituliskan di dalamnya. Begitu juga dengan ruhani, tentu yang dimaksudkan bukan rangkaian fenomena kimia-listrik yang terjadi dalam otak dan syaraf kita, namun suatu ‘kesadaran’ di sebaliknya yang menggerakkannya. Itulah yang potensi manusia yang sesungguhnya.

3. Tiga Unsur Ruhani Manusia

Ruhani manusia terdiri atas tiga unsur:

  • Akal
  • Nafsu
  • Hati/ Ruh

Akal adalah satu potensi ruhani manusia yang berperanan menerima informasi, menyimpan, mengolah dan menyajikannya kembali. Nafsu adalah potensi ruhani manusia yang menjadikan manusia memiliki dorongan kehendak berdasarkan rangsangan yang diterima oleh akal maupun hati. Hati perperanan dalam berperasaan dan menentukan apa saja perbuatan manusia sekalipun bertentangan dengan hasil kajian akal maupun dorongan nafsu. Karena itulah hati disebut raja dalam diri, sedangkan akal adalah penasehatnya dan nafsu adalah golongan yang menjadi pembisik kepada raja.

4. Kesimpulan

Menggali potensi Indonesia pada hakekatnya adalah menggali potensi ruhani manusia melalui tiga jalan berikut ini:

  • Membersihkan hati dari segala sifat tercela seperti sombong, ego, berbangga diri, iri dengki, tamak, kikir, penakut, dst. Kemudian mengisinya dengan sifat-sifat terpuji seperti rasa cinta kepada Tuhan dan takut kepada-Nya, sabar, berbaik sangka, pemurah, kasih sayang kepada sesama.
  • Mendidik nafsu agar tunduk kepada perintah dan larangan Tuhan sehingga hanya menginginkan kebaikan semata.
  • Menajamkan akal dengan ilmu dan pengetahuan yang baik, bersih dan bermanfaat untuk diamalkan demi kebaikan umat manusia.

Jika ketiga jalan itu telah berhasil ditempuh, maka manusia Indonesia akan terlahir kembali sebagai manusia nan paripurna, manusia yang unggul ilmu dan amalnya, mulia akhlak dan budi pekertinya, agung budaya dan peradabannya. Dengan demikian maka tidak ada penghalang lagi bagi Tuhan untuk akan menganugerahkan kepada kita sebuah surga yang disegerakan, surga sebelum surga, sebuah negeri yang gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja (baldatun thayibatun wa Rabbul ghafur). Amin.

-Dipresentasikan dalam REMBUG PADMANABA 3# – Bandung, 13 April 2010-

http://easternearth.wordpress.com/2010/04/09/menggali-potensi-indonesia/