Senin, 28 Februari 2011

Betulkah Ada Piramida Raksasa di Jawa Barat


» Gunung Sadahurip Garut (Credit: Turangga Seta)

VIVAnews - Mentari nyaris berada di atas ubun-ubun, saat empat mobil menepi di pinggiran Jalan Raya Soreang-Cipatik, medio Februari 2011. Siang itu, Kampung Badaraksa yang terletak di lereng bukit, kedatangan tamu.

Rombongan itu menyusuri  jalan kecil mendaki di tengah pemukiman penduduk, hendak menuju ke atas puncak Gunung Lalakon, yang terletak di Desa Jelegong, Kecamatan Kotawaringin, Kabupaten Bandung.

Dari Kampung Badaraksa yang berada di ketinggian sekitar 720 m di atas permukaan laut, mereka bergegas naik memutari bukit dari bagian selatan ke barat.

Sambil membawa berbagai peralatan dan beberapa gulungan besar kabel, rombongan membelah hutan gunung. Derap langkah kaki mereka seolah berkejaran dengan ritme suara jengkerik, dan tonggeret di kanan-kiri.

Tim yang terdiri dari sekelompok pemuda dan para peneliti itu, akhirnya sampai di puncak setinggi 988 meter dari permukaan laut.

Kabel direntang. Tim mulai memasang alat geolistrik yang mereka bawa. Sebanyak 56 sensor yang dipasangi altimeter (alat pengukur ketinggian) diuntai dari puncak bukit ke bawah lereng, masing-masing berjarak lima meter, dicatu oleh dua aki listrik.

Alat-alat itu berfungsi mendeteksi tingkat resistivitas batuan, dan bisa digunakan menganalisa struktur kepadatan batuan hingga ratusan meter ke bawah.  “Tujuan kami saat itu mengetahui apakah ada bangunan tersembunyi di dalam gunung,” kata Agung Bimo Sutedjo, kepada VIVAnews, di Jakarta, Selasa, 15 Februari 2011.

Liputan Sorot Soal Piramida Itu Baca di Sini


Jumat, 25 Februari 2011

Menggali Potensi Indonesia

Ketika disebutkan kata ‘Indonesia’, maka akan terlintas dalam pikiran kita akan sebuah negara kepulauan yang berikhlim tropis, subur dan kaya dengan semberdaya alam dan warisan budaya. Negara ini begitu luas, dengan jumlah penduduk mendekati 300 juta orang.

Indonesia memiliki posisi geografis yang strategis, berada di kawasan Asia Tenggara. Kawasan memiliki nama abadi: Nusantara. Era penjajahan Eropa di abad-abad silam telah menjadikan rumpun bangsa ini terpecah dalam negara-negara baru pasca Perang Dunia II, mengikuti bangsa manakah yang menjajahnya. Wilayah yang dikuasai Belanda kemudian menjadi Indonesia, wilayah yang dikuasai Inggris kemudian menjadi Malaysia dan Singapura, wilayah yang dikuasai Amerika Serikat kemudian menjadi Filipina. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sesungguhnya penduduk kawasan Nusantara ini tetaplah satu keluarga besar yaitu rumpun bangsa Melayu atau dalam istilah Arab disebut juga bangsa Jawi.

Menggali potensi Nusantara adalah sebuah pekerjaan besar yang memerlukan kesungguhan dan cita-cita besar. Juga memerlukan wawasan menembus cakrawala bepikir kita untuk kemudian diamalkan dan diperjuangkan. Hanya sekedar berbangga dengan sejarah emas, maka itu tidak akan membuahkan apa-apa karena sejarah adalah karya orang-orang terdahulu. Masa kini adalah lembaran karya kita untuk ditulis juga dengan tinta emas untuk dipersembahkan kepada Tuhan sebagai amal ibadah kita. Untuk itu, marilah kita kaji sedikit bagaimana kita akan menggali potensi Nusantara yang diamanahkan Tuhan kepada kita.

1. Sumberdaya Manusia Adalah Potensi Yang Sesungguhnya

Sungguh beruntung umat manusia yang tinggal di tanah yang kaya raya. Sementara sebagian manusia yang lain tinggal di tanah yang gersang dan kosong. Namun dalam pahatan catatan sejarah, kita selalu menyaksikan bahwa kesejahteraan hidup yang dambakan juga mengalir kepada manusia-manusia yang berada jauh dari tanah yang kaya raya. Sering juga terjadi ketidakadilan, ketika manusia yang mewarisi bumi yang kaya justeru tidak tersisihkan oleh mereka yang datang dari tempat jauh gersang.

Karena itulah kita menyadari, sebanyak apapun sumberdaya alam yang kita warisi tidak akan berarti jika tidak ada sumberdaya manusia yang mampu mengolahnya dan menggunakannya untuk kebaikan bersama. Sumberdaya manusia adalah potensi kita yang sesungguhnya.

2. Mari Mengenal Diri Manusia

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang Tuhan ciptakan. Manusia tidak hanya memiliki tubuh fisik, namun beserta tubuh fisik itu ada ruhani yang menjadi penggeraknya. Ibarat komputer yang kita gunakan, ada hardware dan ada software. Ketika kita sebutkan tentang ‘software’ tentu yang dimaksud bukan sekedar rekaman kode yang tersimpan dalam piringan magnetik, namun ‘kecerdasan’ yang dituliskan di dalamnya. Begitu juga dengan ruhani, tentu yang dimaksudkan bukan rangkaian fenomena kimia-listrik yang terjadi dalam otak dan syaraf kita, namun suatu ‘kesadaran’ di sebaliknya yang menggerakkannya. Itulah yang potensi manusia yang sesungguhnya.

3. Tiga Unsur Ruhani Manusia

Ruhani manusia terdiri atas tiga unsur:

  • Akal
  • Nafsu
  • Hati/ Ruh

Akal adalah satu potensi ruhani manusia yang berperanan menerima informasi, menyimpan, mengolah dan menyajikannya kembali. Nafsu adalah potensi ruhani manusia yang menjadikan manusia memiliki dorongan kehendak berdasarkan rangsangan yang diterima oleh akal maupun hati. Hati perperanan dalam berperasaan dan menentukan apa saja perbuatan manusia sekalipun bertentangan dengan hasil kajian akal maupun dorongan nafsu. Karena itulah hati disebut raja dalam diri, sedangkan akal adalah penasehatnya dan nafsu adalah golongan yang menjadi pembisik kepada raja.

4. Kesimpulan

Menggali potensi Indonesia pada hakekatnya adalah menggali potensi ruhani manusia melalui tiga jalan berikut ini:

  • Membersihkan hati dari segala sifat tercela seperti sombong, ego, berbangga diri, iri dengki, tamak, kikir, penakut, dst. Kemudian mengisinya dengan sifat-sifat terpuji seperti rasa cinta kepada Tuhan dan takut kepada-Nya, sabar, berbaik sangka, pemurah, kasih sayang kepada sesama.
  • Mendidik nafsu agar tunduk kepada perintah dan larangan Tuhan sehingga hanya menginginkan kebaikan semata.
  • Menajamkan akal dengan ilmu dan pengetahuan yang baik, bersih dan bermanfaat untuk diamalkan demi kebaikan umat manusia.

Jika ketiga jalan itu telah berhasil ditempuh, maka manusia Indonesia akan terlahir kembali sebagai manusia nan paripurna, manusia yang unggul ilmu dan amalnya, mulia akhlak dan budi pekertinya, agung budaya dan peradabannya. Dengan demikian maka tidak ada penghalang lagi bagi Tuhan untuk akan menganugerahkan kepada kita sebuah surga yang disegerakan, surga sebelum surga, sebuah negeri yang gemah ripah loh jinawi, tata titi tentrem kerta raharja (baldatun thayibatun wa Rabbul ghafur). Amin.

-Dipresentasikan dalam REMBUG PADMANABA 3# – Bandung, 13 April 2010-

http://easternearth.wordpress.com/2010/04/09/menggali-potensi-indonesia/

Jumat, 04 Februari 2011

Jejak Bahasa Tulis Zaman Indonesia Klasik

           Indonesia masuk ke zaman sejarah pada kurang lebih abad ke 4 masehi, setelah pasuknya pengaruh India (Hindu-Budha). Masuknya wilayah nusantara ke zaman sejarah ditandai dengan tulisan PALAWA yang terpatri pada Yupa (prasasti) Kutai. Para ahli tulisan kuno (epigrafi) memperkirakan tulisan Palawa yang dipahatkan di Yupa Kutai itu telah ada sejak abad-abad
tersebut.
            Sebagai bahasa tulis, tulisan-tulisan bukti sejarah masa lampau itu sangatlah penting dikarenakan dengan tulisan, penulisnya dapat mencatat berbagai peristiwa yang terjadi pada masanya, sehingga dapat menyebarkan serta mewariskan berbagai macam tradisi, nilai, kepercayaan, dan budayanya kepada masyarakat disekitarnya maupun generasi penerus.
            Pewarisan budaya dengan referensi-referensi bahasa tulis menjadi penting sebab dengan bahasa ucap langsung, tentu otentisitas budaya yang diwariskan dari generasi-kegenerasi akan mengalami perubahan. Bukti-bukti tertulis yang ditinggalkan dapat dibaca dan dipelajari oleh generasi selanjutnya. Pun generasi berikutnya mendapat fakta kehidupan generasi terdahulu yang asli/otentik agar menjadi kekayaan dan memperkuat jati diri masyarakat dimasa kekinian.
            Ada berbagai bentuk dan cara para leluhur kita dimasa lalu dalam meninggalkan jejak rekaman kehidupan masa lalunya. Berbagai bentuk itu antara lain berupa pemakaian sarana tulis, Yupa, Prasasti, Kitab/Keropak (dokumen) yang dipahatkan/dituliskan pada batu, logam, kropak/daun lontar dll. Selain sarana tulis, bahasa tulis yang dipakai dimasa klasik Indonesia itu dipakai dalam kerangka kehidupan politik, budaya dan agama. Acapkali prasasti dipakai untuk peristiwa-peristiwa berkenaan dengan politik, sumpah atau kutukan (contoh: Prasasti Telaga Batu yang dikeluarkan Sriwijaya), sedangkan kitab banyak dipakai untuk keagamaan, kesusastraan serta hukum.
            Yang dimaksud dengan masa klasik pada periodesasi sejarah Indonesia adalah masa berkembangnya pengaruh Hindu-Budha di Nusantara yang berasal dari India, masuk sekitar abad ke 4 sampai akhir periode kekuasaan Majapahit abad ke 15 masehi. Bahasa tulis pada periode tersebut mengalami perubahan dan perkembangan. Prasasti, kitab dan sarana tulis ketika itu ditulisi dengan hurup Palawa, Prenegari, Melayu Kuno, Jawa Kuno. Bahasa yang dipakai juga berlainan dari masa kemasa. Bahasa yang dipakai pada masa Kutai di Kalimantan Timur, beda dengan yang dipakai di Sumatra Barat pada periode yang kemudian sebagaimana yang dipakai pada prasasti Adityawarman di Pagaruyung. Juga berbeda dengan bahasa yang dipakai Pu Prapanca dalam menulis Negarakertagama.
            Berikut beberapa rekam jejak bahasa tulis yang ditinggalkan para leluhur bangsa kita yang pernah berjaya dimasa klasik, yang banyak menjadi rujukan sebagai sumber primer dalam penelitian sejarah masa klasik itu.
            YUPA
Script Yupa Kutai
Script Yupa Kutai
            Yupa adalah tiang batu yang dibangun untuk pengikat hewan kurban. Pada Yupa Kutai didapati guratan tuliisan Palawa dengan memakai bahasa Sansekerta, menjelaskan tentang suatu peristiwa penting yang pernah terjadi. Ada yang menyebut/menyamakan Yupa dengan Prasasti, ada pula yang menyebut Yupa saja, dan membedakannya dengan Prasasti. Perbedaan Yupa Kutai dengan Prasasti Tarumanegara dan prasasti dari kerajaan Hindu-Budha lainnya terletak pada fungsi. Yupa Kutai difungsikan sebagai tiang batu tempat mengikat hewan kurban.
            Salah satu isi Yupa Kutai : (terjemahan bebas) Sang maharaja KUNDUNGA mempunyai anak bernama ASWAWARMAN. Sang Aswawarman mempunyai 3 orang putera, dan yang paling gagah serta terkenal bernama MULAWARMAN. Mulawarman pernah mempersembahkan 20.000 ekor sapi/lembu kepada kaum Brahmana di lapangan suci WAPRAKECWARA.
            PRASASTI
            Wikipedia mengartikan Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan keras dan tahan lama. Penemuan prasasti pada sejumlah situs arkeologi, menandai akhir zaman prasejarah, yakni babakan dalam sejarah kuno Indonesia yang masyarakatnya belum mengenal tulisan, menuju zaman sejarah, dimana masyarakatnya sudah mengenal tulisan. Ilmu yang mempelajari prasasi disebut Epigrafi.
Prasasti Batu Tulis
Prasasti Batu Tulis
            Kata prasasti berasal dari bahasa Sansekerta. Secara leksikal berarti “pujian”. Namun dalam perkembangannya dianggap sebagai “piagam, maklumat, surat keputusan, undang-undang atau tulisan”. Di kalangan ilmuwan, prasasti disebut inskripsi, sementara dikalangan orang awam disebut batu bertulis atau batu bersurat. Contoh-contoh prasasti diantaranya adalah sbb:
A. Prasasti Tarumanegara


Prasasti Tugu
Prasasti Tugu
Prasasti Tarumanegara memakai tulisan Pallawa dan berbahasa Sansekerta.
Diantaranya: Prasasti Ciaruteun (terdapat pahatan telapak kaki raja Purnawarman dan tulisan), Prasasti Kebon Kopi (berisi pahatan telapak kaki gajah milik raja Purnawarman dan tulisan), Prasasti Jambu (pujian terhadap Purnawarman), Prasasti Pasir Awi (memuat syair pujian terhadap Raja Purnawarman), Prasasti Tugu (berita tentang penggalian saluran Sungai Gomati), serta Prasasti Muara Cianten, Prasasti Cidang Hiang.

B. Prasasti Sriwijaya
Prasasti Adityawarman
Prasasti Adityawarman
Prasasti keluaran Sriwijaya banyak memakai tulisan Pallawa dan berbahasa Melayu Kuno. Contohnya: Prasasti Kedukan Bukit (berisi tentang usaha Dapunta Hyang Sri Jayanaga menaklukkan beberapa daerah), Prasasti Talang tuo (perintah Dapunta Hyang Sri Jayanaga untuk kemakmuran semua makhluk), Prasasti Telaga Batu (berisi sumpah dan kutukan kepada siapa saja yang tidak setia pada raja), Prasasti Kota Kapur (berisi permohonan kepada dewa untuk menjaga Sriwijaya dan menghukum para penghianat Sriwijaya).

C. Prasasti Mataram Kuno (Sanjaya Wamca)

Prasasti periode Mataram Kuno diantaranya prasasti Canggal (654 Saka/732 M), menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pallawa, isi prasasti mengenai pendirian sebuah lingga atas perintah Raja Sanjaya di atas bukit Kunjarakunja. Prasasti Matyasih (prasasti Kedu) (829 Saka/907 M), berisi tentang raja-raja yang memerintah sebelum Dyah Balitung. Prasasti Ritihang, berbahasa Jawa Kuno ditulis dengan huruf Pallawa berangka tahun 863 Saka/ 914 M.
D. Prasasti Syailendra
Pada masa kekuasaan Dinasty Syailendra berkuasa di Jawa Tengah dikeluarkan Prasasti Kalasan, berangka tahun 700 Saka (778 M), berbahasa Sansekerta, dan ditulis dengan huruf Pra-Nagari. Prasasti Kelurak (dekat Prambanan), berangka tahun 704 Saka (782 M), ditulis dengan bahasa Sansekerta dan huruf Pra-Nagari. Isi prasasti mengenai pembuatan arca Manjusri.



            KITAB 


Kitab atau buku merupakan karya sastra para pujangga pada masa lampau yang dapat dijadikan sumber acuan/petunjuk untuk mengungkap suatu peristiwa di masa kitab tersebut disusun. Para pujangga biasanya menulis atas perintah raja. Itulah sebabnya isi tulisannya banyak menulis keagungan dan kebesaran raja yang bersangkutan sehingga bersifat istana sentris. Diantara kitab-kitab yang terkenal pada masa kerajaan Hindu-Budha:

Kitab terbitan masa Kediri

Arjunawiwaha
Kitab ini karya Mpu Kanwa dirilis tahun 1030 M, masa pemerintahan Airlangga. Isinya meriwayatkan Arjuna yang bertapa untuk mendapatkan senjata guna keperluan perang melawan Kurawa. Arjuna pada kitab ini dipahami sebagai personifikasi Airlangga.

Kresnayana
Buah karya Mpu Triguna yang memuat riwayat Kresna semasa kecil. Cerita yang mirip dengan Kresnayana adalah cerita dalam kitab Hariwangsa karya Mpu Panuluh, yang digubah pada zaman Raja Jayabaya, dan berisi kisah perkawinan Kresna dengan Dewi Rukhimi.

Smaradahana
Karya Mpu Dharmaja digubah pada masa Sri Kameswara. Mengisahkan hilangnya suami istri Dewa Kama dan Dewi Ratih karena (dibakar) api amarah yang keluar dari trinetra Dewa Syiwa.

Baratayudha
Maha karya dari Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Isinya tentang perang saudara 18 hari antara keluarga Pandawa dan Kurawa. Kitab ini menurut banyak ahli sejarah sebenarnya gambaran Kediri semasa perang saudara Pangjalu dan Daha yang rebutan kekuasaan antara kakak-adik yang terdapat pada prasasti Ngantang.

Gatotkacasraya
Karangan Mpu Panuluh, menceritakan perkawinan Abimanyu, putra Arjuna, dengan Siti Sundhari atas bantuan Gatotkaca, putra Bima. Ditulis pada zaman Raja Jayabaya.

Jangka Jayabhaya
Kitab ramalan Raja Jayabhaya yang diyakini ditulis sang raja, berisi tentang ramalan, ramalan masa depan Indonesia (wilayah nusantara)

Terbitan masa Singasari-Majapahit

Pararaton
Pararaton juga dikenal dengan Katuturanira Ken Arok, atau Kisak tentang Ken Arok.  Menilik isinya diperkirakan periode penyusunan Pararaton terjadi di dua masa rezim,yaitu masa Singasari dan masa Majapahit. Pengarangnya sampai sekarang belum diketahui. Isinya terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berisi riwayat Ken Arok sampai raja-raja Sigasari. Bagian kedua mengisahkan Kerajaan Majapahit mulai dari Raden Wijaya, Jayanegara, pemberontakan Ronggolawe dan Sora, Perang Bubad, dan daftar raja sesudah Hayam Wuruk. Pemakaian kitab Pararaton sebagai sumber sejarah harus dilakukan hati-hati, sebab terdapat banyak kelemahan pada kitab ini untuk dijadikan sebagai rujukan/sumber.

Terbitan masa Majapahit


Kitab Negarakertagama
Kitab Negarakertagama
Negarakertagama
Ditulis pada zaman pemerintahan Hayam Wuruk oleh Mpu Prapanca. Isi kitab mengenai kerajaan Singasari dari masa pemerintahan Ken Arok, raja pertama Singosari hingga Hayam Wuruk.

Sutasoma
Karangan Mpu Tantular. Menceritakan Sutasoma, putra raja yang kemudian mendalami agama Budha. Dalam kitab ini terdapat kata Bhinneka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa. Kata bhinneka tunggal ika inilah yang kemudian menjadi semboyan persatuan yang tertulis di bawah kaki lambang garuda.

Arjunawijaya
Karangan Mpu Tantular. Kitab mengisahkan raja Arjuna Sasrabahu dan Patih Sumantri melawan Raksasa Rahwana.

Kutaramanawa
Ditulis Gajah Mada. Disusun berdasarkan kitab hukum Kutarasastra dan kitab hukum Munawasastra, dan kemudian disesuaikan dengan hukum adat pada waktu itu. Zaman sekarang Kutaramanawa sama dengan KUHP yang berfungsi untuk menata dan menjaga ketentraman masyarakat dalam menciptakan Social Equilibrium.
Masih terdapat beberapa kitab lainnya seperti: kitab Tantu Pagelaran, kitab Calon Arang, Kidung Sundayana, kitabPaman Canggah, kitab Usana Bali, carita Parahyangan, dll. Kekayaan literatur masa klasik itu adalah warisan tak ternilai bagi generasi bangsa ini dalam memahami jati dirinya.



* Sumber : http://awidyarso65.wordpress.com/2009/03/09/jejak-bahasa-tulis-dalam-sejarah-indonesia-klasik/